SLEMAN-Pada pemilihan kepala desa (Pilkades) di Sleman tahun ini, ada sejumlah keunikan yang muncul.
Di tempat pemungutan suara (TPS) Pangukrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memanfaatkan bangunan bekas SDN Pangukrejo. Bangunan yang hancur terkena luncuran awan panas Merapi 2010 ini digunakan sebagai tempat coblosan. Tak biasa bagi warga karena pemilihan sebelumnya, rumah sang dukuh jadi langganan tiap kali ada pemilihan umum (pemilu).
“Sekolah ini hancur. Genting, lantai, dan eternit rusak. Lama ditinggalkan karena sudah ada sekolah yang baru di bawah sana,” ujar Ketua KPPS Pangukrejo, Sukirman pada Harianjogja.com, Minggu (9/8/2015).
Namun dua bulan lalu, bangunan yang hampir roboh ini direnovasi atas inisiatif warga setempat. Lantai yang rusak diganti dengan keramik, plavon yang hampir ambruk juga sudah dilepas dan diganti baru. Pun dengan genting yang jatuh menimpa plavon ikut diganti. Cat tembok warga cerah juga sudah memenuhi dinding sehingga tampilan bangunan sekolah tampak lebih hidup.
Sukirman mengungkapkan, bangunan itu sengaja direnovasi agar dapat dimanfaatkan untuk media berkumpul warga. Salah satunya saat ada pemilu.
“Baru dua minggu yang lalu selesai direnovasi, sekarang kita pakai untuk TPS,” imbuhnya.
Antusias warga Pangukrejo dalam menggunakan hak pilihnya juga tinggi. Terbukti sebelum TPS dibuka pukul 08.00 WIB, 30an warga sudah antre di depan pintu masuk. Di antara mereka ada yang berdandan sebagai sopir jeeb vulcano tour, karyawan swasta, namun ada pula yang hanya menggunakan pakaian ke ladang.
“Itu membuktikan meski mereka dituntut untuk bekerja tapi tetap meluangkan waktu untuk menggunakan hak pilihnya,” ungkap Sukirman.
Sementara di TPS lain yakni di TPS Purwobinangun, Desa Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, seluruh panitia menggunakan pakaian adat Jawa. Panitia yang terdiri dari kaum pria ini lengkap menggunakan surjan, jarit, keris, hingga blangkon.
Tanpa terbatasi langkahnya karena jarit yang sempit, mereka tetap melayani para pemilih tetap yang hilir mudik ke TPS. Menurut salah satu anggota KPPS, Sihono, alasan memilih memakai pakaian adat tak lain untuk melestarikan budaya Jawa. Selain itu juga dalam rangkaian peringatan Kemerdekaan RI ke-70. “Semoga cara seperti ini dilestarikan teman-teman di dusun lainnya,” tutur dia.
Comments