Keberadaan rumah murah di DIY masih sangat diminati. Rumah bersubsidi juga masih diminati pengembang karena adanya dukungan dari pemerintah.
Ketua DPD REI DIY Nur Andi Wijayanto mengatakan, prospek rumah murah khususnya dengan harga Rp150 juta ke bawah masih sangat bagus. Rumah murah yang paling banyak dikembangkan di DIY merupakan rumah bersubsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Untuk wilayah DIY ada di harga Rp123 juta,” ujar dia kepada Harian Jogja, Senin (7/9/2015).
Mengenai lokasi, Andi mengatakan, tipe rumah murah ini bisa dibangun di daerah yang harga tanahnya masih terjangkau yakni Rp100.000 per meter persegi ke bawah. Pembangunan rumah murah bisa menjadi solusi kebutuhan rumah yang masih sangat tinggi. Permintaan akan rumah murah pun masih sangat tinggi. “Pada 2014, REI membangun 600 unit rumah murah,” ujar dia.
Andi menjelaskan, pihak pengembang menyukai rumah bersubsidi karena ada bantuan pemerintah untuk meringankan pajak, prasarana dan utilities, bebas pajak PPN, dan pembayaran PPH hanya satu persen.
Selain itu, sarana pendukung seperti akses jalan juga menjadi tanggungan pemerintah. Fasilitas itu memungkinkan pengembang untuk menekan harga semaksimal mungkin.
Sementara, lanjut Andi, masih ada kemungkinan pengembang untuk membangun rumah murah di bawah Rp150 juta tanpa subsidi dari pemerintah.
Namun, syaratnya jika harga tanah sangat murah misalnya Rp50.000 hingga Rp70.000 per meter persegi. Ketersediaan tanah dengan harga yang murah menjadi salah satu kendala karena biasanya terletak di daerah yang jauh dari fasilitas umum seperti sekolah dan kesehatan.
Jalan menuju lokasi pun belum ada sehingga dibutuhkan kerjasama dengan pemerintah untuk mendukung ketersediaan rumah murah. “Murah rumahnya, juga harus murah aksesnya,” ia mengungkapkan.
Andi menyebutkan, harga tanah setiap tahun merangkak naik. Kenaikan harga tanah per tahunnya bisa naik antara 7% hingga 8% ditambah laju inflasi. Pembangunan perumahan pun harus seimbang dengan lahan hijau sehingga ketahanan pangan tetap terjamin.
Salah satu bank penyedia layanan FLPP adalah Bank Tabungan Negara (BTN). Kepala Cabang Bank BTN Jogja Ahmad Fatoni menyebutkan, dari total dana yang disediakan untuk kredit rumah, sebesar Rp21 miliar dialokasikan untuk FLPP.
Namun, sejauh ini baru 80% yang terserap. FLPP diarahkan untuk mendukung program sejuta rumah. Namun, lokasi yang tersedia untuk perumahan seharga Rp110 juta sudah sangat terbatas. Di Jogja dan Sleman, sudah tidak ada lagi lokasi yang bisa digunakan untuk membangun rumah seharga Rp110 juta karena harga sudah sangat mahal.
“Di Bantul tinggal beberapa wilayah seperti Kecamatan Pajangan dan Sedayu. Untuk wilayah Kulonprogo dan Gunungkidul masih banyak,” ujar dia.
Sasaran utama dari program ini, merupakan pegawai negeri sipil dengan penghasilan maksimal Rp4 juta. Selain itu, pegawai swasta yang masuk dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan juga bisa mengakses program ini.
Potensi PNS di DIY yang bisa mengakses program ini sebanyak 2.200 orang. Namun, antusiasme warga (demand) tidak seimbang dengan ketersediaan lahan (supply).
“Kami harus melakukan pendekatan kepada pengembang untuk mau membangun rumah seharga Rp110 juta. Tahun depan, FLPP rencananya akan naik menjadi Rp116 juta,” ungkap dia.
Comments