Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) dibuka oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Jalan Ketandan, Jogja, Kamis (18/2/2016) malam.
Dalam sambutannya Sultan mengatakan mengatakan PBTY yang sudah berlangsung digelar sejak 2006 ini dari tahun ketahun selalu meriah, bahkan diapresiasi oleh daerah lain untuk merayakan pekan budaya Tionghoa yang serupa setiap Imlek.
Budaya Tionghoa merupakan bagian dari kekayaan budaya nusantara perlu mendapat dukungan, bahkan Sultan berharap pekab budaya Tionghoa di Jogja digelar lebih dari lima hari.“Kalau bisa jangan cuma lima hari,” katanya.
Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini menyatakan PBTY menjadi salah satu ikon Jogja sebagai kota budaya, karena sesuai dengan visi yang menjaga kebudayaan dan semua potensi dari tiap daerah di nusantara.
Sementara Ketua Umum PBTY Tri Kirana Muslidatun mengatakan pekan budaya Tionghoa di Jogja yang digelar tiap tahun bukanlah bagian dari agama, melainkan kebudayaan dalam merayakan Tahun Baru Imlek. PBTY yang sudah ke-11 kalinya digelar saat ini tidak hanya menampilkan seni dan tradisi khas Tionghoa, namun kebudayaan nusantara pun turut memeriahkannya.
PBTY dapat menjadi ajang akulturasi budaya. Lebih jauh dapat memberikan kontribusi positif bagi kunjungan wisatawan ke Jogja, pada “Ahirnya meningkatkan pendapatan kas daerah,” katanya.
Selama perayaan PBTY yang berlangsung 18-22 Februari sebanyak 15 barongsai akan dimainkan setiap hari di panggung kesenian Ketandan. Pertunjukan wayang po tay hee, pernak pernik ala Tionghoa, dan pameran makanan. Sementara puncak PBTY akan dipertunjukan naga batik sepanjang 159,5 meter yang dimainkan oleh 250 orang pada Minggu (21/2/2016) malam nanti di sepanjang Jalan Malioboro sampai Alun-alun Utara.
Dalam pembukaan PBTY, sejumlah kesenian khas Tionghoa memeriahkan perayaan memperingati Tahun Baru Imlek ini, salah satunya Naga Putri Hoo Hap Hwee. Naga sepanjang sekitar 12 meter itu dimainkan oleh 10 perempuan selama lebih kurang tujuh menit. ?Pertunjukan itu menjadi penutup.
Comments