Harianjogja.com, JOGJA-Suratmi alias Mufida, isteri Siyono merasa janggal atas kematian suaminya setelah ditangkap Tim Datasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, beberapa waktu lalu. Uang kerahiman sebanyak dua gepok yang diperolehnya pun ia kembalikan.
Namun Suratmi tidak tahu harus mengembalikan kemana. Akhirnya ibu dari lima anak ini pun menitipkan uang tersebut ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cikditiro, Jogja, Selasa (29/3/2016). Uang itu kemudian diterima langsung oleh salah satu Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Kedatangan Suratmi di PP Muhammadiyah dikawal Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan puluhan laskar Islam dari Solo. “Ibu Suratmi merasa terganggu dengan uang ini. Uang ini akan kami simpan sebagai barang bukti bagi kami untuk melakukan proses hukum,” kata Busyro.
Siyono ditangkap Tim Densus 88 Antiteror pada Selasa (8/3/2016) lalu seusai melaksanakan salat Maghrib di Masjid yang tak jauh dari rumahnya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Tiga hari pascapenangkapan Siyono dikabarkan tewas. Densus 88 Antiteror beralasan tewasnya Siyono karena melawan petugas saat akan dibawa untuk melakukan Tempat Kejadia Perkara (TKP).
Tak lama setelah mendapat berita kematian Suaminya, Suratmi dipanggil ke Jakarta. Perempuan bercadar ini kemudian diberikan uang untuk biaya pemakaman suminya oleh seorang perempuan bernama Ayu. Suratmi tidak tahu dari siapa uang tersebut karena Ayu saat itu jug tidak mengenakan seragam, “Katanya terima saja uang ini sebagai bentuk solidaritas dari kami,” ucap Suratmi menirukan kata-kat Ayu.
Kemudian, masih di dalam salah satu hotel di Kramat Jati, Jakarta, tutur Suratmi, ia disodorkan surat pernyataan yang berisi lima poin. Surat pernyataan itu diberikan oleh seseorang bernama Cecep. Ia tidak ingat semua poin dalam pernyataan itu karena saat itu Suratmi dalam keadaan sedih dan bingung mendapat kabar suaminya tewas.
“Seingat saya [dalam surat pernyataan] intinya keluarga ikhlas menerima sebagai musibah. Dan keluarga tidak akan menuntut ke proses hukum,” ujar Suratmi mencoba mengingat isi pernyataan. Suratmi mengakui menandatangani surat itu.
Namun uang dua gepok yang dibungkus koran sampai saat ini tidak pernah dibuka. Suratmi juga tidak tahu berapa nominal uang tersebut. Ia merasa tidak tenang menyimpan uang tersebut. Ia bersama lima anaknya tidak bisa melupakan kejadian yang menimpa Siyono.
Suratmi belum percaya jika suaminya tewas gara-gara berkelahi dengan salah satu anggota Densus 88 Antiteror. Selama ini Siyono dikenal lugu, tidak pandai berkelahi dan berperawakan kecil.
Atas kejanggalan tersebut, Muhammadiyah aka mengawal kasus tersebut sampai tuntas melalui proses hukum. “Ibu tidak perlu takut, kami akan mendampingi, kami akan mengadvokasi secara prosedural,” tegas Busyro kepada Suratmi.
Comments