Para pedagang dan karyawan toko di sepanjang Jalan Malioboro berharap shuttle bus khusus kawasan Malioboro bisa beroperasi setiap saat mengingat aktifitas mereka tidak bisa ditentukan hanya pagi dan sore hari.
Aprilia, 20, salah satu karyawan Via Sell mengaku jam kerjanya tidak bisa ditentukan. Terkadang dia masuk pukul 09.00 WIB, terkadang pukul 10.00 WIB. Jam pulang pun tidak mesti sore pukul 16.00 WIB, “Kadang lembur sampai pukul 21.00 WIB, kalau busnya cuma sampai sore bagaimana?,” ucap dia disela-sela melayani pembeli, Selasa (29/3).
Perempuan asal Sleman yang sudah bekerja sejak 1,5 tahun lalu di Via Sell selama ini pulang pergi bekerja menggunakan sepeda motor. Kendaraannya tersebut dia parkir tepat di depan toko dengan biaya parkir Rp1.500 sekali parkir pagi sampai sore. Jika pulang malam biaya parkir menajadi Rp2.000.
Dia sudah mendengar adanya rencana relokasi parkir Sisi Timur Malioboro melalui media massa dan obrolan para juru parkir. Aprilia berharap Pemerintah Kota Jogja memperhatikan nasib para pegawai dan karyawan seputar Malioboro agar diberi kemudahan mengakses lokasi kerja. Sebab, diakuinya jarak Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA) terlalu jauh ke lokasi kerjanya.
“Kalau busnya hanya beroperasi pagi dan sore, ya mungkin terpaksa saya akan parkir di Jalan Pajeksan,” ucap Aprilia yang lokasi kerjanya berada di sisi selatan Malioboro Mall. Jalan Pajegsan diketahui merupakan sirip Malioboro atau jalan tembus dari Malioboro menuju Jalan Bhayangkara.
Senada juga diungkapkan Suparjo, 50, pedagang kaki lima yang menjajakan batik dan blangkon. Bahkan Suparjo tidak sepakat dengan adanya perpindahan parkir ke ABA karena terlalu jauh baginya. Suparjo yang sudah 30 tahun berjualan selama ini memarkirkan kendaraannya tidak jauh dari dagangannya. Dia tidak bisa parkir telalu jauh karena harus membawa barang dagangan.
Meski tidak setuju adanya relokasi parkir, namun pria asal Bantul ini tidak bisa berbuat banyak karena itu merupakan hak Pemerintah Kota Jogja dan Pemda DIY dalam rangka penataan kawasan Malioboro. Dia pun akan memilih lokasi parkir di pemukiman warga di Jalan Dagen. “Disana juga ada lahan milik warga yang digunakan parkir,” ujar Suparjo.
Suratmi, 51, warga Danurejan Jogja yang memiliki lapak jualan batik dan kaos bermerk khas Jogja juga mengaku terlalu jauh jika harus memarkir kendaraanya di ABA. Menurutnya, jika pemerintah menyediakan bus yang bisa beroperasi tiap saat mungkin ia akan memanfaatkannya.
Sebab, kata dia, para pedagang terkadang ada kebutuhan mendadak untuk mengambil tambahan barang dagangan. Jika tiba-tiba mau pulang, sementara tidak ada bus yang melintas Malioboro, “Bisa kewalahan nanti malah cari ojeg,” ucap Suratmi.
Comments