Kepala Seksi Pengendalian Penyakit, Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Jogja, Endang Sri Rahayu mengungkapkan, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Jogja dalam sehari bisa bertambah lima sampai 10 kasus.
Namun demikian jumlah kasus demam berdarah triwulan pertama tahun ini tidak jauh berbeda dengan triwulan pertama tahun lalu. Artinya belum ada peningkatan drastis yang pelu meningkatkan status KLB.
Endang mengatakan untuk mempercepat penanganan, saat ini semua puskesmas di Kota Jogja juga sudah tersedia reagen deteksi infeksi (NS1). Sebuah alat semacam test pack yang bisa mendeteksi demam berdarah lebih cepat. Dengan demikian diagnosa semakin cepat sehingga mempercepat penanganan.
Karena menurutnya sebelum terjadi gejala demam berdarah, menurut Endang, ada tahapan awal yang disebut demam dengue, kemudian demam berdarah yang ditandai dengan trombosit menurun yang menyebabkan panas, pusing, mual, sampai sesak.
Tahapan ketiga adalah demam dengue shoc syndrom (DSS) atau akut yang ditandai dengan panas, pusing, mual. Tanda-tanda bahaya lainnya tidak mau makan, muntah-muntah, tangan dan kaki mengeluarkan keringat dingin.
“Kalau dari demam katagori demam dengue sudah terdeteksi maka bisa mewaspadai dini sehingga penanganan bisa segera,” ujar Endang, Jumat (1/4/2016).
Karena itu ia mengimbau masyarakat untuk segera memeriksakan ke puskesmas terdekat jika mengalami gejala panas, pusing, dan mual. Ia mengingatkan supaya masyarakat mengingat hari dan jam mulai mengalami gejala tersebut, agar mempermudah petugas medis saat mendiagnosa berikut penanganannya.
Endang menegaskan pemberantasan sarang nyamuk menjadi fokus utama menanggulangi demam berdarah ketimbang fogging atau pengasapan. Menurutnya, fogging lebih banyak dampak negatifnya, misalnya zat vestisida saat melakukan fogging yang bisa mengganggu kesehatan. Selain itu juga fogging hanya membunuh nyamuk-nyamuk dewasa, tidak sampai membunuh jentik nyamuk.
Comments