Yogyakarta adalah kota yang dipilih dalam rangka persiapan menuju sidang Habitat III karena telah berhasil mengajak berbagai komponen masyarakatnya khususnya dalam mengatasi berbagai persoalan.
Demikian dikatakanTenaga Ahli Dirjen Cipta Karya Bidang Habitat Kementerian Perumahan Rakyat dan Perumahan Rakyat Ruchyat Deni Djakapermana dalam kegiatan Stakeholders Discussion dengan tema “Inclusive Cities” di Hotel Jambuluwuk, Yogyakarta, Selasa(17/05/16).
“Pada waktu Yogyakarta mengalami proses bencana akibat gempa dan Gunung Merapi,masyarakat telah berusaha bersama komponennya mengatasi persoalan itu. Kita punya suatukewajiban untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat agar mengetahui bagaimana sebenarnya kontekstual kota inklusif yang terkait dengan Habitat,” ujar Ruchyat.
Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edi Muhammad mengatakan perwujudan kota inklusi selaras dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota YogyakartaTahun 2012-2016 dalam visi mewujudkan kota pendidikan berkualitas, berkarakter, daninklusif.
“Terbuka dalam konsep lingkungan inklusif, semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya,” kata Edi.
Guru Besar Sosiologi UGM Sunyoto Usman menegaskan bahwa pengembangan kota inklusifmembutuhkan kapasitas warga dan jejaring kerja sama. Warga harus memperoleh pengetahuan yang cukup dan kesadaran yang tinggi tentang manfaat dan peran infrastrukturpermukiman, sarana transportasi, energi, air bersih, sanitasi lingkungan dan telekomunikasi.
“Warga harus memberi dukungan, berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan infrastruktur.Elite harus melakukan sosialisasi terus-menerus serta pendampingan dan konsultasi untukmenghindari kemungkinan terjadi salah persepsi dan penolakan oleh warga,” ujar Sunyoto.
Comments