Untuk menyumbang makna Hari Anak Nasional 23 Juli 2016, Guyub Bocah Jateng DIY menyerukan kampanye dukungan aksesi FCTC oleh Indonesia melalui kegiatan anjangsana yang beragenda utama Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’. Pilihan ini dilatari oleh beberapa fakta. Saat ini 187 negara sudah menjadi negara pihak dalam Traktat Dunia untuk Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), dan hingga siaran pers ini ditulis Indonesia bergeming tak segera mengaksesi FCTC (periode ratifikasi sudah berlalu). Fakta yang ironis karena Indonesia adalah salah satu negara yang aktif memprakarsai perumusan FCTC.
konsumsi produk tembakau terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi), stroke, serangan jantung, penyakit paru, kanker, gangguan sistem reproduksi (infertilitas, lahir prematur) dan kematian bayi. Penyakit-penyakit tersebut merupakan 60% penyebab kematian di dunia maupun di Indonesia (RISKESDAS 2007, WHO 2008).
Selain masalah kesehatan yang terganggu akibat asap rokok, ada juga endemik global yang mengepung kita dalam tirani kebodohan. Iklan, promosi, dan sponsor rokok secara massif dan intensif menyasar anak-anak untuk menjadi perokok pemula. Sebanyak 83 % anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di televisi (GYTS 2006), 89 % melihat iklan rokok di billboard, dan 76,6 % melihat iklan rokok di media cetak (GYTS 2009). Berbagai studi menunjukkan iklan rokok mempengaruhi anak untuk mulai merokok. Studi di Indonesia menunjukkan 70 % remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan, 77% mengaku iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok dan 57% mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti (Komnas Anak dan UHAMKA, 2007).
Survei yang dilakukan oleh Komunitas Penggerak RW di Desa Kadilajo, 24 Febuari 2016 yang melibatkan 171 responden (siswa SD) memperoleh data sebagai berikut: 63 % responden pernah melihat guru merokok, 61% responden mengaku bapak mereka merokok, 31% responden mengaku kakek/paman/pakde mereka merokok, dan 2% responden menyebut kakak mereka merokok. Sementara itu 68% responden mengaku pernah disuruh membeli rokok oleh orang dewasa di sekitar mereka. Serpihan fakta ini sungguh memprihatinkan.
Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak Anak (KHA) sejak tahun 1989. Artinya, di atas kertas Pemerintah Indonesia dan para pihak paham bahwa kepentingan terbaik untuk anak (the best interest for children) harus menjadi pertimbangan kebijakan negara. Sejalan dengan hal tersebut Indonesia memiliki Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berpijak pada Pasal 44 UU No. 35 Tahun 2015, (1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. (2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat. (3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Namun fakta-fakta yang ada menunjukkan absennya pemahaman atas mendesaknya perlindungan anak dari bahaya rokok.
Dengan latar tersebut, Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’ akan dilaksanakan pada Minggu, 24 Juli 2016 di Dukuh Grenjeng, Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’ juga merupakan bagian kerja Pembaharu Muda untuk FCTC di Indonesia pasca Pelatihan Pembaharu Muda yang diselenggarakan oleh Lentera Anak Indonesia di Bogor, 12-16 Februari 2015.
Tercatat sekurangnya komunitas anak dari 28 desa di Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah), ditambah 15 komunitas lain sudah mengkonfirmasi kesertaan dalam Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’.
Tujuan Festival Layang-layang ini adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat khususnya anak tentang (1) bahaya asap rokok, (2) pentingnya aksesi-penerapan FCTC oleh Indonesia, dan (3) dukungan kepada Presiden RI untuk mengaksesi FCTC.
Selain menyuarakan dukungan atas aksesi FCTC, sebagaimana anjangsana Guyub Bocah Jateng-DIY sebelumnya, Festival Layang-layang kali ini juga tetap menyuarakan perlindungan anak yang terkait erat dengan pelestarian dan pemuliaan alam yang menjadi ciri khas Guyub Bocah: sebagaimana anjangsana sebelumnya, area penyelenggaraan anjangsana Guyub Bocah Jateng-DIY merupakan kawasan tanpa rokok, semua yang hadir di acara ini — termasuk orang tua yang terlibat— dilarang merokok. Guyub Bocah menggalakkan pemakaian bahan dan barang bekas sebagai media belajar dan bermain, karena itu, layang-layang yang disertakan dalam festival pun diwajibkan dibuat dengan 50% bahan bekas. Seperti biasa juga, anak-anak dan partisipan yang datang diwajibkan membawa botol minum untuk mengurangi sampah. Semua bahan makanan yang digunakan merupakan produk olahan desa masing-masing.
Comments