Starjogja.com, Jogja – Persoalan sumber daya air di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan ini semakin meningkat. Perkembangan aktivitas di wilayah itu saat ini semakin kompleks seperti pembangunan hotel dan apartemen, berkurangnya kawasan konservasi, serta perubahan tata guna lahan dari pertanian menjadi non pertanian menjadi penyebab kawasan imbuhan air semakin menurun luas dan kapasitasnya.
Sementara konsumsi air terus meningkat, sementara ketersediaanya semakin terbatas. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan menyeluruh untuk mengatasi permasalahan air tersebut yakni dengan pendekatan ekohidrologi. Pendekatan ini diharapkan menjadi solusi utama untuk mengatasi persoalan air di Yogyakarta.
“Terdapat pendekatan struktural-infrastruktur yang lebih mengedepankan pembangunan fisik terkait sumber daya air. Namun, terdapat pula pendekatan lainnya yang penting untuk diakomodasi, yaitu pendekatan ekohidrologi,” terangnya Direktur Eksekutif Asia Pacific Center for Ecohydrology – United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (APCE – UNESCO) Ignasius Dwi Atmana Sutapa di kepatihan Selasa (11/10/2016).
Pendekatan ekohidrologi menurut Sutapa menawarkan sistem solusi dalam mengelola sumber daya air berkelanjutan. Salah satu rekomendasinya adalah perlu membuat grand design pengelolaan sumber daya air berbasis ekohidrologi sebagai sistem solusi yang menjamin keberlanjutan sumber daya air di DIY. “Selain itu, diperlukan juga untuk membangun sistem informasi sumber daya air permukaan dan bawah permukaan yang terdapat di DIY agar dapat diakses oleh masyarakat,” sambung sutopo.
Sutopo mengatakan, perlu pula mendukung upaya selain yang bersifat struktural dari pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air. Upaya yang berasal dari kalangan komunitas masyarakat maupun organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, kalangan akademisi maupun aktivis lingkungan juga perlu diakomodasi masuk ke dalam grand design tata kelola air di DIY.
“Munculnya komunitas-komunitas peduli/penggiat restorasi sungai seperti Komunitas Peduli Sungai Code-Boyong, Gadjah Wong, Winongo, Tambak Bayan dan Sungai Oyo bisa menjadikan masukan baru bagi pengelolaan air berkelanjutan,” tutupnya.
Pembahasan terkait tata kelola sumber daya air ini sendiri akan terkupas tuntas dalam kegiatan National Workshop bertajuk Best Practices of Sustainable Water Resources Management Based on Ecohydrology Approach (Mencari model-model pengelolaan sumber daya air yang berkesinambungan dengan pendekatan ekohidrologi). Workshop ini diselenggarakan oleh APCE yang merupakan institusi kategori II di bawah UNESCO dan bernaung di LIPI bekerjasama dengan UNESCO Jakarta Office, Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Pemerintah Provinsi DIY dan Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Kegiatan tersebut digelar selama tiga hari pada 12 – 14 Oktober 2016 di Hotel New Saphir Yogyakarta. (Byn/Abr)
Comments