Nasib bangunan the lost world castle di Kepuharjo, Cangkringan akan ditentukan hari ini, Selasa (17/1/2017). Pasalnya keberadaan bangunan permanen tersebut berada di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi.
Sejumlah instansi terkait mulai Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Sleman hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan membahas dan menentukan langkah ke depan terkait bangunan yang menyerupai sebuah benteng di Dusun Petung, Kepuharjo itu. Selain tanpa izin, bangunan permanen yang berdiri di atas lahan seluas 1,8 hektare itu dinilai melanggar Peraturan Bupati No. 20/2011 tentang KRB Gunung Merapi.
Kasi Penegakan Peraturan Daerah (Perda) Satpol PP Rusdi Rais mengaku siap bertindak sesuai Perbup. Menurutnya nasib bangunan tersebut akan dirapatkan hari ini bersama instansi yang berwenang. “Kalau saya pribadi itu melanggar Perbup KRB. Kami sudah dapat surat dari DPUP-KP yang akan membahas masalah ini,” kata Rusdi, Senin (16/1/2017).
Untuk saat ini, dia memang tidak bisa bertindak karena kepastian tentang bangunan tersebut baru diputuskan hari ini. “Kami pihak yang melakukan dan melaksanakan eksekusi. Adapun keputusannya, tunggu kebijakan pimpinan,” ujar Rusdi.
Sementara kepala Dinas PUPKP Sapto Winarno mengakui jika bangunan kastel tersebut akan dirapatkan bersama instansi terkait. Rapat selain membahas data yang diperoleh oleh tim yang sebelumnya diterjunkan oleh DPU-KP Sleman. “Sebelumnya kamk sudah terjunkan tim ke lokasi untuk mengetahui komponen, tata ruang serta bentuk fisik bangunan,” kata Satpo.
Sapto sendiri menilai,berdasarkan Perbup KRB kawasan tersebut merupakan daerah konservasi air dan tergolong rawan bencana. “Seharusnya tidak didirikan bangunan permanen, apalagi bangunannya luas. Hasil keputusan tunggu hasil rapat besok [hari ini],” tegasnya.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono memastikan, ijin bangunan tersebut tidak terbit. Selain berlokasi di kawasan terdampak langsung Erupsi Gunung Merapi, juga wilayah tersebut masuk konservasi air.
“Erupsi pada 2010 saja, Dusun Petung hampir rata tersapu awan panas. Di sana tidak boleh berdiri bangunan permanen. Saat kami lihat, bangunan permanen dan sangat besar,” ujarnya. | Abdul Hamid Razak/JIBI/Harian Jogja |
Comments