Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan kesempatan terhadap 49 biro travel haji dan umrah ilegal di daerah itu untuk segera mengurus perizinan dengan toleransi waktu hingga 31 Mei 2017.
Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kanwil Kemenag DIY Noor Hamid mengatakan selama pengurusan izin belum dilakukan operasional pelayanannya kami berhentikan sepenuhnya.
Menurut Hamid, surat pemberhentian pelayanan penyelenggaraan haji dan umrah telah dikirimkan pada 14 Februari 2017 ke pimpinan 49 perusahaan yang secara ilegal menyatakan sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Selanjutnya apabila tetap tidak dipatuhi kepolisian juga dapat menindak pemilik biro haji dan umrah ilegal itu dengan ancaman penjara empat tahun sesuai Pasal 63 dan 64 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggara Ibadah Haji.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 tahun 2015 dan PMA 23 tahun 2016 maka setiap PPIU dan PIHK yang membuka kantor cabang harus mendapatkan pengesahan atau persetujuan dari Kepala Kanwil Kemenag provinsi setempat.
Sebelumnya berdasarkan informasi yang didapatkan jumlah biro travel haji dan umrah ilegal di DIY sebanyak 45 perusahaan. Namun demikian, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut jumlah itu bertambah menjadi 49 perusahaan.
Hamid mengatakan biro travel haji dan umrah ilegal biasanya menarik minat calon jamaah dengan memasang tarif paket perjalanan jauh lebih rendah di bawah standar. Padahal dengan iming-iming biaya perjalanan yang rendah, kenyamanan jamaah dalam menjalankan ibadah seperti jarak hotel dengan Masjidil Haram serta fasilitas konsumsi dan akomodasi sulit dipastikan.
Hamid mengatakan hingga saat ini hanya ada sembilan biro travel haji dan umrah resmi di DIY, yakni PT Citra Wisata Dunia, PT Al Anshor Madinah Barokah, PT Patuna Mekar Jaya, PT Sahid Gema Wisata, PT Total Nusa Indonesia, PT Permata Umat, PT Baitul Izzah One Nahdliyah Tholhah Mansoer, PT Attiqnu, dan PT Zhafirah Mitra Madina. (Antara)
Comments