STARJOGJA, JOGJA–Ada yang istimewa dalam peringatan lima tahun disahkannya Undang-Undang Keistimewaan (UUK). Bukan hanya terkait digelarnya Kenduri Rakyat di Pasar Beringharjo yang mempertemukan secara langsung Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan masyarakat, tapi kali ini lantaran dimenangkannya gugatan Uji Materi sejumlah pasal dalam UUK itu sendiri.
Berdasarkan lembar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Pasal 18 ayat (1) huruf m dalam UU No.13/2012 tentang Keistimewaan DIY dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pasal itu memuat perihal riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.
Seperti diketahui, pasal itu memang diannggap kontroversial oleh beberapa kalangan. Akibatnya, pada 2016 silam, sebelas orang yang berasal dari kalangan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta, perangkat desa, pegiat anti diskriminasi dan hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan mengajukan uji materi atas pasal tersebut kepada pihak MK. Mereka menilai pasal tersebut diskriminatif lantaran menyiratkan makna bahwa hanya laki-laki lah yang bisa menjadi gubernur DIY.
Menyikapi hal itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi enteng putusan MK itu. Dinilainya, negara telah memiliki konstitusi yang menentang diskriminasi. “Negara saja tidak melarang. Siapapun boleh jadi pemimpin,” katanya saat ditemui usai acara Kenduri Rakyat, Kamis (31/8/2017).
Oleh karena itu, ia berharap kepada semua pihak yang selama ini menentang keras pengajuan uji materi itu, bisa menerima dengan legawa. Pasalnya, bagaimanapun itu merupakan keputusan yang mengikat secara hukum.
Sementara saat ditanya terkait adanya kemungkinan paugeran baru, Sultan enggan banyak berkomentar. Dirinya menganggap, paugeran itu adalah hak sepenuhnya dari raja yang bertahta. “Ini kan soal gubernur. Paugeran itu kaitannya dengan raja Keraton,” katanya.Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja |
Comments