STARJOGJA, JOGJA- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Index Politica menilai pemberlakuan batas atas serta kuota taksi online dianggap tidak tepat.
Penolakan itu dinyatakan karena dalam draf revisi Permenhub No.26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek masih abu-abu. Sebelumnya, 14 ketentuan yang berada pada Permenhub itu telah dianulir oleh Mahkamah Agung pada Juli lalu.
“Demand terhadap taksi online terlalu besar, jika dibatasi membuat banyak taksi online ilegal, dan itu berbahaya, nanti di uji materi [Permenhub] lagi” jelas Direktur Program Indef, Berly Martawardaya, Kamis (26/10/2017).
Berly juga menolak diberlakukannya tarif atas yang tidak masuk akal. Menurutnya, taksi online yang menggunakan tarif atas akan mati dengan sendirinya karena kalah bersaing dengan operator lainnya yang memasang tarif di bawahnya. “Agar tidak termonopoli baiknya diatur bawah saja, agar tidak menjadi predator bagi operator lain dengan menurunkan harga sebawah-bawahnya,” jelasnya di Hotel Harper Mangkubumi.
Menurut perhitungan Indef, tarif bawah di Jogja untuk penggunaan taksi online per jam adalah Rp24.985. Hal itu didapat Indef setelah menjumlah upah minimum per jam, asuransi per jam, harga mobil, serta bensin yang dikeluarkan setiap jam. “Sejumlah itu [Rp24.985] diambil dari penjumlahan upah minimum Jogja per jam, asuransi per jam, harga mobil dan bensin,” ujarnya.
Direktur Strategis Index Politica, Arum Kusumaningtyas menambahkan pemerintah daerah tidak perlu mengunakan tarif atas dan kuota untuk taksi online. Alasannya, besarnya pasar taksi online akan memberikan pemasukan yang lebih untuk pemerintah daerah. “Pendapatan daerah nantinya juga meningkat,” jelasnya.Beny Prasetya/JIBI/Harian Jogja |
Comments