STARJOGJA,JOGJA-Ribuan kepala keluarga (KK) di DIY masih belum memiliki jamban. Selama ini mereka menumpang kepada saudara atau tetangga terdekatnya.
Dinas Kesehatan DIY mencatat jumlah KK yang masih menumpang jamban atau disebut jamban sharing terbanyak di Gunungkidul sebanyak 33.098 KK. Secara berurutan disusul Sleman 18.068 KK, Kulonprogo 9.529 KK, Bantul 6.968 KK, dan Kota Jogja 5.035 KK.
Kasi Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan DIY Gamal Iskandar mengatakan, jumlah keluarga yang jambannya menumpng itu hanya tinggal 6,24%. Sisanya sudah memiliki Jamban Sehat Permanen (JSP) sebanya 82%, dan Jamban Sehat Semi Permanen (JSSP) sebanyak 11,51%.
Data kepemilikan jamban di masing-masing kabupaten kota itu diperbarui per Agustus sampai November 2017. Data itu akan terus bertambah karena ada program jambanisasi di masing-masing kabupaten kota. Menurut Gamal, keluarga yang jambannya masih menumpang bukan berarti tidak sehat,
“Mereka masih bisa mengakses pada jamban sehat milik saudara atau tetangganya,” kata Gamal, Jumat pekan lalu.
Gamal mengatakan, keluarga yang jambannya masih menumpang masuk dalam kategori sudah bisa mengakses jamban sehat. Oleh karena itu, pihaknya mengklaim akses jamban sehat di DIY sudah hampir 100% (94,49%) dan berani dideklarasikan oleh Gubernur DIY, beberapa waktu lalu.
Namun, dengan deklarasi itu bukan berarti sudah selesai. Pihaknya tetap berupaya agar semua kepala keluarga memiliki JSP atau setidaknya JSSP. Tahun 2018 mendatang ada program jambanisasi di semua kabupaten dan kota. Rinciannya Kota Jogja 40 unit jamban, Bantul 120 unit, Kulonprogo 129 unit, Gunungkidul 161 unit.
Anggaran jambanisasi tersebut diambil dari APBD DIY. Selain itu, kabupaten, dan kota juga sudah menganggarkan melalui APBD masing-masing dengan jumlah 78 unit jamban dan delapan septic tank di Kota Jogja, 10 jamban komunal di Bantul, 70 jamban di Kulonprogo.
“Gunungkidul rencananya tahun depan akan menutup semua kekurangannya yang belum memiliki jamban dengan jamban jenis leher angsa,” papar Gamal.
Ia berharap program jambanisasi tersebut bisa selesai akhir tahun 2018 sehingga taret 100-0-100 pada 2019 bisa tercapai. “Seratus persen akses air minum, nol persen kawasan kumuh, dan 100 persen sanitasi layak atau jamban sehat,” tambah Gamal.
Disinggung soal masih adanya perilaku buang air bersih sembarangan (BABS), Gamal mengaku jumlahnya tidak terlalu banyak. Ia mengatakan, dari hasil evaluasi dan monitoring, BABS yang terjadi di wilayah perkotaan justeru bukan dilakukan oleh warga sekitar. Sementara, BABS di wilayah pelosok lebih didominasi oleh lansia yang belum bisa mengubah kebiasaan.Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja |
Comments