STARJOGJA, JOGJA–Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY menyatakan sejumlah tindak kekerasan dalam proses pengosongan lahan atau land clearing bandara baru Kulonprogo pada akhir November lalu benar adanya. Dugaan adanya malaadministrasi juga menguat meskipun saat ini masih dilakukan penyusunan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) perkara ini.
Budhi Masturi Ketua ORI DIY mengatakan pihaknya telah menyelesaikan proses investigasi. “Dari keterangan memang beberapa fakta soal pembongkaran dan kekerasan bisa terkonfirmasi di lapangan,” katanya ditemui di Kantor ORI DIY, Jetis pada Kamis (11/1/2018). Sudah dilakukan klarifikasi langsung kepada sejumlah pihak terkait termasuk Angkasa Pura, PLN, dan Pemkab Kulonprogo.
ORI DIY juga meminta keterangan pada Nurhasan Ismail, ahli hukum agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait proses pengosongan yang harus dilakukan untuk kepentingan publik. Dari keterangan ahli ini dan temuan lainnya, tambah Budhi, semakin memperkuat terjadinya malaadministrasi, penyalahan prosedur, dan tindakan sewenang-wenang.
Namun, hasil akhirnya sendiri baru bisa disampaikan nanti setelah laporan, yang kini setebal 40 halaman itu, diserahkan kepada pihak terkait pada minggu kedua Januari.
Lebih lanjut, Budhi mencontohkan tindak kekerasan yang berhasil dikonfirmasi seperti yang dialami salah satu penduduk setempat yang sempat dipukuli saat ingin membantu rekannya saat proses pengosongan. Warga yang disebut Budhi sebagai anak muda ini kemudian memang langsung diobati dan bengkak-bengkak di wajah yang dialaminya langsung hilang.
Terkait laporan warga ke Polda DIY mengenai kekerasan yang kembali muncul dalam proses pengosongan lahan di Temon, Kulonprogo itu, Budhi menyebut pihaknya hanya akan sebatas memantau. Sebabnya, hal yang dilaporkan sama dengan yang diterima ORI DIY nyaris dua bulan lalu.
Proses pengosongan lahan bandara di Kulonprogo dilaporkan terjadi tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepada warga yang masih berkeras menolak pembangunan bandara. Tindakan ini sudah dilaporkan ke Polda DIY pada Rabu (10/1/2018) oleh korban yang merupakan warga setempat dan aktivis mahasiswa.
Sebelumnya, Teguh Purnomo, Tim Kuasa Hukum Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP KP) mengatakan penganiayaan oleh aparat kembali dilakukan pada Senin (8/1/2018) dan Selasa (9/1/2018) lalu. Tindak kekerasan yang dilaporkan termasuk pemukulan, pemitingan, penjambakan, dan pengeroyokan kepada empat orang.
“Aparat yang harusnya mengamankan kedua belah pihak malah khilaf menganiaya warga,” katanya. Ia tidak menuding aparat tertentu, sebabnya pengamanan dilakukan oleh petugas dari berbagai institusi yakni Polri, TNI, dan Satpol PP. Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja |
Comments