STARJOGJA.COM, JOGJA – Pemerintah Daerah (Pemda) DIY akan segera membuat masterplan kawasan airport city, sebuah kota yang berfungsi menunjang keberadaan New Yogyakarta International Airport (NYIA). Masterplan ditargetkan selesai tahun ini. Rencana induk dibutuhkan supaya Pemda DIY bisa mengendalikan pembangunan, dan agar tidak kalah cepat dengan swasta
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto menyatakan, masterplan ditargetkan selesai pada tahun 2018 karena NYIA akan beroperasi secara terbatas pada April 2019. Sehingga saat bandara baru beroperasi, sudah bisa diketahui mana daerah yang diperuntukkan bagi daerah hotel, perdagangan, parkir dan lain sebagainya.
“Saat ini belum ada kajian. Kami baru minta Pemkab Kulonprogo menyusun rencana detail tata ruang [RDTR] dulu. Sebab sekarang yang datang, untuk bikin hotel dan usaha, lebih banyak daripada warga yang terdampak. Harga tanah juga sudah mulai naik karena itu harus diikat oleh RDTR,” ucap Tavip di kantornya, Senin (19/2/2018).
Airport city, ucapnya, adalah sebuah kota baru yang keberadaannya diperuntukkan guna menunjang fungsi NYIA sehingga nantinya para penumpang bisa menikmati berbagai layanan dan fasilitas, seperti pusat perbelanjaan, penginapan dan lain lain.
Agar arus deras investasi yang tidak terkendali tak terus berlanjut, lanjut Tavip, maka mesti dibuat aturan dan rencana induk sehingga Pemda bisa menata kawasan tanpa keduluan pihak swasta. “Misalnya, seperti di [Pantai] Indrayanti itu kan sudah dibeli investor. Padahal Pak Gubernur [Sri Sultan HB X] penginnya enggak ada bangunan, supaya laut bisa terlihat, tapi sudah terlanjur dibeli. Nah ini yang ingin kami antisipasi. Karena swasta sangat peka dengan peluang.”
Sebelumnya, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Angkasa Pura 1 Moch Asrori menjelaskan, konsep airport city ada di dalam dan di luar bandara. Untuk di luar bandara diperkirakan lahan yang dibutuhkan untuk membangun airport city sekitar 2.000 hektare.
Tavip mengungkapkan, kemungkinan luas yang dibutuhkan memang mencapai sekitar 2.000 hektare. Namun itu tidak semuanya dibeli PT Angkasa Pura 1. “Skema pengadaan kan macam- macam. Bisa investasi. Bisa saja saya punya masterplan, trus ini lahan untuk hotel kamu yang bangun. Ada lahan untuk parkir [swasta] berani enggak. Tidak selalu harus dibeli PT Angkasa Pura,” imbuhnya.Ketut Sawitra Mustika/JIBI/Harian Jogja |
Comments