Starjogja.com, Jogja – Grab resmi mengakuisisi Uber di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Undang – undang hal tersebut harus dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Belum ada laporan ke KPPU terkait aksi merger akuisisi yang dilakukan Grab terhadap Uber,” ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf dikutipdari Detik.com, Selasa (27/3).
Meski belum ada laporan resmi, namun KPPU mengaku terus memantau penggabungan dua kekuatan di ranah ride sharing alias transportasi daring ini untuk menjaga persaingan usaha sehat.
Dari catatan KPPU, dengan transaksi pengalihan tersebut, Uber telah memperoleh 27,5% porsi saham di Grab dan menghentikan seluruh kegiatan operasional mereka di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
KPPU mencatat bahwa pasar transportasi daring di Indonesia, berdasarkan frekuensi dan transaksi penggunaan aplikasi masih terkonsentrasi pada tiga pelaku usaha besar, secara berurutan oleh Go-Jek, Grab, dan Uber di luar berbagai aplikasi transportasi daring lainnya.
Untuk sementara, hasil kajian KPPU mencatat bahwa jumlah pengguna aplikasi Grab dan Uber adalah sebesar 14,69% dan 6,11%. Sebagian besar pasar tersebut masih dipegang oleh aplikasi Go-Jek milik PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang didirikan Nadiem Makarim.
Mengingat struktur pasar yang cukup terkonsentrasi, KPPU memberikan perhatian khusus atas transaksi ini dan mengingatkan agar Grab sebagai pihak yang melakukan penggabungan, untuk secepatnya melakukan pemberitahuan atau notifikasi kepada KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah transaksi tersebut berlaku efektif secara yuridis.
Menurut Syarkawi, kewajiban tersebut sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasar 29 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010.
“Tergantung efektif yuridisnya kapan. Jika Kemenkumham menyatakan akuisisi sah tanggal 26 Maret, berarti 30 hari Kerja setelahnya wajib lapor ke KPPU. Jika tidak lapor akan dikenai denda keterlambatan notifikasi akuisisi sebesar Rp 1 miliar per satu hari,” tegas Syarkawi.
Ia pun menegaskan, merger yang wajib dilaporkan tersebut haruslah merger yang memenuhi ketentuan kewajiban minimal, yakni Rp 2,5 triliun aset gabungan atau Rp 5 triliun penjualan gabungan.
“Dalam hal ini KPPU belum memperoleh informasi resmi terkait nilai transaksi, namun dari berbagai pemberitaan di publik, kami mencatat potensi sebesar USD 2 miliar (sekitar Rp 27,5 triliun) pada transaksi tersebut,” ungkap Syarkawi. (Am)
Comments