STARJOGJA.COM, KULONPROGO – Masjid Jami’ Bleberan berlokasi di Bleberan, Banaran, Galur, Kulon Progo. Sejarah pendirian Masjid Bleberan Tidak diketahui secara pasti, Karena umumnya masjid lain. Tidak ada catatan sejarah yang ditinggalkan. Lebih-lebih Masjid Jami’ Bleberan sudah mengalami perbaikan Atau renovasi beberapakali. Bahkan bentuk aslinya sekarang ini sudah tidak tampak sama sekali, meskipun letaknya tidak pernah berubah.
Menurut keterangan para kasepuhan ( Orang tua ) Masjid Jami’ Bleberan yang asli ( Mula-mula ) hanya kecil.Barang kali untuk ukuran saat ini lebih tepat kalau disebuit sebagai langgal keluarga . sebab pada waktu itu Penduduk bleberan masih sedikit. Penduduk di wilayah ini adalah keturunan kyai Istad ditambah beberapa keluarga lain.
Menurut kesepuhan Masjid tersebut sudah ada sejak zaman ” Geger Gusti Amat”: Sebutan lain untuk perang diponegoro.Ini berarti masjid tersebut sudah ada sekitar tahun 1830 atau atau sesudahnya, yaitu saat-saat akhir perang Diponegoro.
Tokoh-tokoh yang berperan mendirikan masjid itu adalah pasukan pangeran Diponegoro yang bersembunyi karena dikejar-kejar Belanda. Dibawah kyai Istad, mereka melarikan diri dan menetapdi des bleberan (desa tersebut disebut Bleberan karena sering kena limpahan Sungai Progo.
Kyai istad ini adalah putra dari kyai Mubarok asal wonokromo selatan kota yogyakarta.Kyai mubarok adalah keturunan Johar miskin dar pacitan melalui jalur ibu, sedangkan ayahnya bernama ki Agung Menak dari Kalimundu ( sebuah desa diwilayah kabupaten bantul ).
Ketika terjadi “GEGER GUSTI AMAT” banyak orang orang pendukung pangeran diponegoro yang melarikan diri dari kerajaan belanda. Seperti Kiai Mubarok sendiri yang semula ikut pangeran diponegoro kembali ke wonokromo. Kiai Istad ( Putra Kiai Mubarok ) Melarika diri ke bleberan. Kiai Istad Tua ( Saudara Kiai Mubarok dan Juga Paman Kiai Istad yang melarikan diri ke bleberan ) melarikan diri ke Kediri, Adapula yang melarikan diri ke magelang, pleret, pengasih, surokarto, daerah bojonegoro dll.
Menurut sebuah riwayat, selain karena melarikan diri Kiai Istad ini oleh pemerintah pakualaman sengaja ditempatkan di desa bleberan dengan tugas pokok menentramkan kerusuhan – kerusuhan yang terdapat di desa tersebut ( bleberan ). Pemerintah pakualaman berpendapat bhawa perusuh – perusuh itu hanya dapat ditundukan oleh seorang Kiai. Dan Kia Istadlah yang di anggap mampu untuk menguasai para perusuh itu. Akhirnya Kiai Istad mampu untuk menguasai para perusuh tersebut. Tentunya tidak dengan kekuatan fisik, tetapi dengan ajaran ajaran Agama, budi pekerti dan kewibawaan beliau. Tindakan tindakanya yang salah dan bersedia kembali hidup secara wajar dalam masyarakat.
Untuk membina perusuh perusuh tersebut Kiai Istad mendirikan sebuah masjid, yang dijadikan tempat berkumpul mengajar dan musyawarah di samping fungsinya yang pokok sebagai tempat shalat dan berjamaanh. Dari hasil pembinaan Kiai Istad di masjid itulah penduduk bleberan kemudian mendalami ajaran agama islam.
Karena keberhasilanya dalam menundukan para perusuh dan membinanya menjadi warga masyarakat dan baik itu, akhirnya Kiai Istad diangkat sebagai kepala perdikan di desa banaran.
Dalam perkembangan selanjutnya desa bleberan berkembang menjadi semacam “Perdikan” dari Kraton Pakualaman. Hubungan dengan kraton pakualaman ini berlangsung terus pada masa KH Fakhruddin putra sahid, Cucu Kiai Istad. KH Fakhruddin ini pernah diangkat sebagai salah seorang ulama kraton pakualaman pada masa gusti wakil ( Wakil Sri Paku Alam ke VII, karena beliau pada waktu itu masih terlalu kecil untuk menjabat sebagai Sri Paku Alam, maka diangkatlah seorang wakil, yang kemudian dikenal sebagai Gusti Wakil ), dengan pangkat “Lurah Naif” dan bertempat tinggal di kampung purwanggan, sekarang ini termasuk kecamatan Pakualaman.(DEN)
sumber gambar : http://masjidbleberan.blogspot.com
Comments