STARJOGJA.COM, Sleman – Nomor identitas tunggal atau Single Identity Number (SIN) masih menjadi persoalan dalam mewujudkan integrasi ekonomi melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Penerapan nomor identitas tunggal menurut Kepala Laboratorium Ekonomi FEB UGM Dr. Rimawan Pradiptyo hanya Singapura yang sudah menjalankannya dengan baik. Indonesia masih mengalami persoalan soal pengadaan KTP elektronik yang penggunaannya tidak seperti yang diharapkan.
“Indonesia dengan penduduk hampir 164 juta jiwa, tidak semua penduduk sudah mendapat KTP elektronik bahkan masih ada orang yang bisa memiliki lima KTP sekaligus,” paparnya program International Summer Unversity di ruang hall Djarum FEB UGM, Senin (23/7/2018).
Menurutnya konflik politik di masing-masing negara, tingginya kejahatan korupsi dan pencucian uang yang belum tertangani dengan baik membuat rencana Integrasi di kawasan Asean terkendala. Dalam hal penggunaan KTP elektronik di Indonesia menurutnya sementara ini hanya untuk jaminan identitas saat menginap di hotel, membeli tiket tranportasi atau keperluan administrasi lainnya.
“Belum bisa digunakan dalam informasi melakukan transaksi untuk membayar pajak dan transaksi pembayaran lainnya,” katanya.
Selain soal identitas tunggal, kejahatan korupsi, perdagangan obat terlarang, perdagangan manusia, pelanggaran HAM dan penggelapan pajak masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Meski beberapa negara memiliki komitmen sama dalam memberantas masalah di atas namun tidak semua antar negara asean memiliki kerja sama satu sama lain dalam mengatasinya. Ia mencontohkan, untuk urusan korupsi saja setiap negara memiliki pemahaman dan perlakukan berbeda soal korupsi.
“Ada negara yang tidak mau menandatangani kesepakatan untuk memulangkan atau mengkekstradisi para koruptor,” imbuhnya.
Soal peringkat indeks persepsi korupsi di kawasan Asean dalam sepuluh tahun terakhir, katanya, Singapura masih menempati posisi pertama sebagai negara yang tingkat kasus korupsi paling rendah. Sementara antara Indonesia, Thailand dan Filipina masih tetap di angka yang tidak jauh berbeda,
Menurutnya, tingkat perilaku korupsi yang rendah setiap negara akan menciptakan iklim dunia investasi yang baik. Sebaliknya tingkat korupsi yang tinggi justru akan menciptakan iklim investasi buruk.
Comments