STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Korupsi yang melibatkan kepala daerah ibarat patah tumbuh hilang berganti. Sudah lebih dari 11 kepala daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2018. Pada 2017 tercatat 30 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Jumlah yang tidak sedikit. KPK pun pernah menyebut ada banyak nama kepala daerah yang masuk di radar mereka.
Catatan Redaksi, Modus korupsi kepala daerah yang sering dilakukan terutama terkait dengan penyalahgunaan APBD, perizinan, infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, promosi dan mutasi pejabat daerah, serta pengelolaan aset daerah.
Fakta ini mempertontonkan pada masyarakat jika korupsi di negeri ini tidak pernah menciptakan budaya malu, apalagi menimbulkan efek jera. Korupsi, terutama di kalangan kepala daerah, terus beranak pinak dengan modus hampir serupa. Politik dinasti pun semakin membuat praktik korupsi di daerah seolah mendapatkan angin segar.
Lalu Mengapa korupsi di kalangan kepala daerah tidak pernah pupus? Sedikitnya ada dua alasan yang menyebabkan korupsi beranak pinak di segenap level kekuasaan. Pertama, hukuman terhadap koruptor tidak maksimal. Kedua, koruptor tidak mendapatkan sanksi sosial.
Sebenarnya kalau mengacu pada undang undang yang ada maka hukuman maksimal untuk koruptor ialah 20 tahun. Akan tetapi, fakta berbicara lain. Hakim memberi hukuman penjara rata-rata 2 tahun 2 bulan penjara. Lebih ironis lagi, koruptor mendekam dalam bui hanya sekejap karena mendapatkan diskon hukuman atau remisi. Ada pula yang mencoba menawar hukuman dengan mengajukan PK.
Dan yang barusan terungkap adalah adanya praktik jual beli fasilitas dan akses di penjara koruptor di Lapas Sukamiskin Bandung. Mereka seolah bisa menikmati aneka kemerdekaan yang membuat penjara bukan lagi menjadi hal yang angker namun bagai sebuah dunia baru yang dilewati dengan suasana “fun “.
Dari kacamata kami, memang sudah waktunya koruptor dijatuhi hukuman maksimal. Bila perlu, koruptor dipenjara seumur hidup jika negeri ini konsisten menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sayangnya, dalam praktik, negeri ini masih menganggap korupsi sebagai kejahatan yang biasa-biasa saja.
Contohlah sebagian dari perlakuan koruptor di China. Apa yang mereka lakukan meski terkesan kejam namun hal itu membuat efek jera dan ketakutan bagi mereka yang akan melakukan tindakan korupsi. Apalagi untuk mereka para kepala daerah. Jangan jadikan sebuah daerah bagai sebuah negara tersendiri yang menghasilkan pundi pundi keuangan untuk pribadi.
Ringannya hukuman itu tentu saja tidak pernah menimbulkan efek jera. Apalagi penanganan kasus korupsi juga tidak menciptakan budaya malu karena koruptor tidak pernah mendapatkan sanksi sosial. Malah korupsi mengantar si penjahat menjadi terkenal bak selebritas yang muncul di ruang publik dengan senyum mengembang. Selepas dari bui, ada juga koruptor yang disambut bak pahlawan yang kembali dari medan perang.Bahkan ada juga koruptor yang terpilih kembali.
Adanya sangsi sosial penting untuk mereka agar perilaku korupsi tidak menjadi sebuah aksi yang termaafkan dan hilang oleh waktu. Alangkah nikmatnya saat menyeruput hangatnya kopi nusantara tanpa diganggu berita penangkapan pemimpin daerah karena korupsi !!
Comments