STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Tulisan ini ga bermaksud untuk menggurui siapapun yang membaca. Akan tetapi, saya menulis semata-mata adalah karena ingin mengingatkan diri sendiri, terutama, bahwa memberi itu adalah salah satu bentuk rasa syukur dan salah satu cara agar kita tetap hidup.
Tersebutlah seorang penjual mainan anak yang setiap hari mangkal di salah satu sekolah. Namanya Pak Gundul. Orangnya bersahaja, lucu tapi kadang nyebelin. Nyebelin untuk para Ibu sih. Abis gimana dong? Kalo anak pulang sekolah, minta beli mainan dan si Ibu bilang bahwa hari itu ga bawa atau ga punya uang, eh, sama si Pak Gundul ini, malah dibilang
“Udah, bawa aja dulu, bayarnya besok kalo udah bawa uang”
Ampun deh, bukan itu kan ya maksud para Ibu ini. Tapi ya begitulah memang si penjual mainan ini. Semua anak, sayang sekali sama dia. Bahkan orang tua anak-anak juga kenal baik dengan beliau. Sekedar senyum atau bahkan saling sapa, sudah jadi pemandangan yang biasa setiap siang saat jam sekolah usai.
Pak Gundul, jangan dibayangkan bahwa bapak ini kepalanya botak atau gundul ya, karena emang kepalanya sebetulnya berambut. Entah kenapa dia dipanggil begitu.
Setiap hari Pak Gundul nongkrong menjajakan dagangannya di sekolah, jualan mainan pake motor semi mesin jahitnya.
Kenapa saya bilang motor semi mesin jahit ? Karena motor yang digunakan, suaranya seperti mesin jahit. Klitik klitik klitik, gitu lho…
Cukup deh ngalor ngidul ga jelasnya. Langsung menuju intinya.
Beberapa waktu lalu, ada 2 murid bersaudara, cowok, lucu-lucu sakit yang lumayan serius. Meski ga sampe opname, tapi bisa dibayangkan betapa ribetnya orangtua anak-anak ini mengurusnya. Tentu saja, sesama orangtua murid standar lah, menjenguk dan mencoba menghibur.
Tapi yang jadi kejutan adalah saat Pak Gundul datang, dan memberikan mainan.
Damn ! Saya langsung merasa tertohok dan pengin mewek. Bukan, bukan karena dasarnya emang mewekan, tapi saya benar-benar merasa tertohok. Betapa orang yang selama ini tampak bersahaja, jauh di dalam hatinya, begitu baik dan tulus. Ga ada pikiran sama sekali bahwa dengan memberikan mainan, keuntungannya akan berkurang.
Katakanlah memberi itu mudah, tapi, masihkah akan menjadi hal yang mudah disaat memberi, mengikhlaskan sesuatu yang kita punya untuk orang yang lebih mampu?
Memberi, tidak sesederhana itu ternyata.
Dari sana saya sadar, bahwa memberi tidak saja membahagiakan, namun juga membuat kita hidup, karena ada rasa bahwa kita mau bahagia dan memberikan kebahagiaan pada orang lain.
Pak Gundul, terimakasih sudah mau membagi ilmu pada saya.
Comments