STARJOGJA.COM, JOGJA – Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menggelar proses Grebeg Besar dalam rangka peringatan Hari Raya Idul Adha 2018, Rabu (22/8/2018). Sebanyak tujuh gunungan dibagikan kepada masyarakat di tiga titik yang berbeda, yakni di Halaman Masjid Gede, Kepatihan dan Puro Pakualaman.
Abdi Dalem Widyo Budoyo Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Rinto Isworo menjelaskan persiapan pelaksanaan Grebeg Besar diawali dengan keluarnya 10 brigade atau bregada prajurit kraton dari Pracimasono kemudian masuk ke kraton melewati Magangan. Sementara para pimpinan serta utusan Ngarsa Dalem yang akan menyerahkan gunungan berkumpul di Bangsal Ponconiti sejak pagi hari.
“Masih sama seperti tahun sebelumnya yang baku ada lima gunungan dibawa ke Masjid Gede ditambah dua gunungan dibawa ke Kepatihan dan Pakualaman. Grebeg Besar tahun apapun jumlah gunungan sama kecuali tahun dal,” kata dia, Rabu.
Tepat pukul 10.00 WIB, tujuh gunungan yang akan diberikan kepada warga diarak keluar dari pagelaran menuju kawasan Alun-Alun Utara dengan dikawal prajurit kraton. Adapun tujuh gunungan tersebut terdiri dari Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Darat, Gunungan Pawuhan dibawa ke Masjid Gede Kauman, sedangkan dua gunungan lainnya dibawa ke Kepatihan dan Puro Pakualaman. Pelepasan gunungan itu dilakukan dengan bunyi tembakan senjata api laras panjang. “Bunyi tembakan itu sebagai bentuk penghormatan sebelum gunungan dilepas,” ujar Rinto.
Dia mengatakan Grebeg Besar merupakan salah satu kegiatan budaya yang tetap dieksiskan di Jogja sebagai bagian dari pelestarian budaya nusantara. Dia tidak menampik bahwa Grebeg Besar itu sebagai salah satu syiar Islam dalam memperingati Hari Raya Kurban atau Hari Raya Besar. “Ini merupakan salah satu syiar Islam versi kerajaan,” ucap dia.
Beberapa hari sebelum garebek digelar, lebih dulu dilakukan Tumplak Wajik pada Minggu (18/8/2018). Proses Tumplak Wajik selalu ada dalam setiap garebek kraton baik Grebeg Mulud maupun Grebeg Syawal. Tumplak Wajik, kata dia, memiliki makna menumpahkan kemakmuran kepada rakyat.
Dia menjelaskan wajik yang merupakan jenis penganan dari ketan yang dicampur juruh atau gulan aren cair sebagai lambang kemakmuran. Selain itu ketan sendiri dinilai sebagai lambang kegotongroyongan, kekeluargaan antarkawula atau antarumat.
“Tumplak Wajik itu awal dari membuat gunungan wadon, dan dibuat pertama kali harus gunungan wadon, mengapa? karena betina sebagai simbol atau pemegang keberlanjutan generasi, sehingga harus diutamakan,” ucapnya.
GBPH Yudhaningrat selaku Manggala Yudha dalam garebek itu mengatakan Grebeg Besar sebagai upaya untuk melestarikan budaya yang telah lampau. Dalam Idul Adha ini Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga mengurbankan sapi dan kambing di berbagai Masjid Kagungan Dalem.
“Semoga Jogja tetap adem, tetap tenteram semua masyarakatnya,” katanya di sela-sela memimpin pelepasan gunungan di depan Alun-Alun Utara.
Setibanya di halaman Masjid Gede, ribuan warga dari berbagai kota di DIY berebut gunungan tersebut. Mereka memanfaatkan momentum tersebut untuk mendapatkan pernak pernik dalam gunungan itu.
Comments