STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Setelah berhasil mendapat brosur, tak henti-hentinya perempuan berambut panjang terus membaca satu per satu poin syarat yang tertera. Ingin rasanya dia segera sampai rumah, memperlihatkan brosur itu kepada keluarga dan teman-tamannya. “Oh iya… hampir saja lupa ! Jam 3 sore ini khan ada latihan ,” bathin perempuan itu. Dia pun berjalan cepat, membaur dengan suasana jalan yang semakin padat, menuju halte terdekat.
Dua minggu lagi final lomba dance antar perguruan tinggi berlangsung. Sebuah lomba yang penting bagi perempuan muda seusianya. Sebuah kegiatan yang bisa tunjukkan aktualisasi diri dan sekaligus mengangkat nama perguruan tinggi diwakilinya, melalui kreatifitas koreo serta keahlian dance. Selain itu, penting juga untuk tunjukkan identitas siapa diri mereka dimata publik kampus.
Setelah tiba di rumah, semua teman-temannya sudah berkumpul. Diantaranya, tampak juga seorang wanita tengah baya sedang duduk di teras. Rupanya mereka sama-sama menunggu. Si Ibu tampak lega melihat anak gadisnya sudah pulang. Setelah cium tangan, dan menyapa teman-temannya, si anak perempuan berambut panjang masuk rumah.
Baca juga : Tinggalkan Pekerjaan, Wanita Ini Pilih Jadi Putri Duyung
Tak lama, dia pun keluar lagi dan sudah berganti baju. Mengenai isi brosur yang tadi sudah dibacanya, untuk sementara ditunda dulu, dirinya memilih tak akan langsung membahasnya saat itu.
Tak banyak bicara, kelima gadis belia ini langsung berjalan menuju samping rumah. Tempat dimana gedung serbaguna milik kampung berada, yang memang mereka pinjam secara rutin ketika latihan dance. Rasa capek karena kuliah dan naik angkot siang tadi lenyap seketika.
Musikpun bergema, mengiringi para dancer muda bergerak lincah dengan indahnya. Di barisan depan tampak ada yang paling mencuri perhatian mata. Dialah perempuan berambut panjang, yang tadi sempat ditunggu-tunggu kedatangan-nya oleh banyak orang.
Gerakannya paling sempurna diantara mereka. Dia adalah sang pelatih kelompok dance, dan sekaligus menjadi leader…Puteri namanya.
Puteri masih muda, badannya langsing lentur, jago menari dan pandai mencipta gaya. Di kampus, siapa sih yang ngga kenal dia. Wajah manis, kulit putih dan bentuk badannya yang tergolong tinggi, selalu manjadi tanya kaum pria.
Namanya sudah sangat cetar membahana. Di dunia dance, Puteri sudah mulai banyak dikenal. Baik sebagai dancer kampus, maupun sebagai leader grup dance Black Roses bentukannya.
Puteri dan teman-teman, adalah juara bertahan selama 2 tahun berturut-turut, dalam kejuaraan dance antar perguruan tinggi. Tahun ini mereka ingin menaikkan level menjadi predikat no satu.
Jika berhasil, kemudian bisa maju ke tingkat nasional. Hal ini tentunya sangat bergengsi dimata Puteri serta teman-temannya. Sehingga mereka berlima berlatih keras. Keinginan untuk menjuarai di level atas tahun ini harus berhasil. Itu sudah menjadi komitmen dari semua personil Black Roses.
Menjelang Magrib, latihan dance usai. “ Put…kog kamu seperti nya banyak diam latihan hari ini? Tumben, biasanya crewet koment yang ini yang itu..! “ tanya Prima, salah satu personil Black Roses, saat hanya tinggal mereka berdua.
Dengan sedikit ragu, Putri merogoh saku celana dan keluarkan kertas brosur. “ Aku punya rencana ikut ini Prim,’’ kata Putri sambil sodorkan brosur. Kemudian Putri pun ceritakan tentang ajang pemilihan Putri Kampus tingkat nasional.
Dan baru siang tadi dia mendapatkan brosur-nya. Publikasi sengaja dilakukan penyelenggara secara tertutup melalui agency model di tiap kota. Tidak dengan cara diumumkan di medsos atau banyak media. Kata panitia, selain agar tdak membludak pesertanya, ada alasan khusus lainnya.
“Iya..iya… aku ngerti soal alasan publikasinya, tapi ini seleksinya kan diluar kota? Dan waktunya, tinggal beberapa hari lagi! Trus gimana dong nasib lomba dance kita Put? Waktu kita ngga ada dua minggu lagi kan?,” Tanya Prima dengan sedikit emosi.
“Nah itu dia… aku ga tau gimana harus ngomong ke temen-temen. Makanya aku mulai dari kamu dulu, Ibuku, dan baru ke semuanya Prim, “ jelas Putri.
“Please Prim…kamu tahu sendiri, ajang yang seperti ini sudah aku impikan sejak kita masih di SMP. Dan kamu pun juga pernah ingin mencoba khan? ,“ lanjut Putri.
“Jadi…maksudmu dengan keinginanmu ini, trus kita batalin lomba dance kita gitu? ,” tanya Prima dengan nada tinggi.
“Ohh tentu tidak… itu sudah janji kita Black Roses ! Kita tetap sesuai rencana. Tapi menjelang hari H lomba nanti, mungkin aku akan sedikit tidak seintensif seperti biasanya. Dan kalau pun terpaksa, mungkin kamu yang pimpin dan atur kesemuanya dulu. Termasuk jika latihan tanpa aku. Kita khan tinggal matangkan gerakan dan urutannya. Aku lihat tadi, semua anak-anak sudah oke kog ! ” .
“ Lho..! memangnya kamu mau kemana besok-besok ini Put? ,“ tanya Prima bingung.
Sambil tunjukkan brosur Putri menjelaskan, “Sorry Prim, bukan karena waktunya saja yang mepet. Tapi seperti kamu baca di brosur ini, syaratnya agak banyak dan detil. Aku harus mikirin konsep baju, cari baju, aksesories, sepatu dll. Belum lagi wawancara serta pidato bahasa Inggrisnya. Kamu kan tau sendiri, aku ngga pede bicara pakai bahasa asing . Aku harus belajar dan kalau perlu cari tutor publik speaking !”.
“ Mbuh lah Put…aku jadi bingung. Aku pulang dulu ya, capek ! ,“ kata Prima sambil naik motor, pakai helm dan hidupkan mesin. Mukanya masam dan campur aduk. Menghilang meninggalkan Putri sendiri, dengan raut muka yang kurang lebih sama.
**
Kediaman Ibu Putri dihuni tiga orang saja. Putri, Ajeng adiknya dan Ibu. Ayah Putri sudah lama meninggal karena sakit. Saat masih ada, Ayah menjadi dosen di salah satu Univeritas Negri.
Kehidupan keluarga kecil ini ditopang dari pensiunan mendiang ayah Putri, dan gaji sang Ibu sebagai pengajar di SMU swasta. Namun karena dua anak masih jadi tanggungan dan untuk biaya sekolah tidak sedikit, maka kondisi hidup keluarga Putri pun bisa dikatakan sedikit pas-pasan. Jika dibandingkan teman-teman kampus dan teman dance di Black Roses, Putri memang paling berbeda kondisinya.
Makan malam di rumah Putri selalu jadi waktunya keluarga untuk saling ngobrol apa saja. Di malam itu, Putri mengutarakan niat dirinya di hadapan Ibu-nya.
Ibu tidak nampak terkejut atau langsung bereaksi. Justru menanyakan kepada Putri mengenai rencana, setelah muncul ide baru mengikuti lomba pemilihan Ratu Kampus. Setelah panjang lebar mendapat penjelasan dari anak sulungnya, baru kemudian Ibu menyampaikan pendapatnya.
“ Cobalah kau pikirkan dulu benar-benar rencanamu itu Putri. Jangan tergesa membicarakan dengan temanmu dulu sebelum kamu yakin betul. Sambil kamu tanyakan juga ke panitia penyelenggara, dan pastikan ketentuan serta syarat ajang Ratu Kampus itu ,“tegas Ibu.
Malam harinya Putri tak bisa segera tidur. Pikirannya merambah kemana-mana. Antara lomba dance, ajang Ratu Kampus, teman-teman, Ibu , dan impian-nya.
Lomba dance jelas salah satu impiannya. Selain menambah popularitas, hadiah beasiswa ke tingkat S2 sungguh memacu dirinya. Ajang Ratu Kampus apalagi. Hadiah uang pembinaan yang besar serta gengsinya tidak diragukan lagi.
Dia ingin semuanya tercapai. Impian akan popularitas di dunia dancing, menjadi putri kampus, dan impian studi di jenjang tinggi.
Pagi harinya, sebelum semua mulai kuliah, para anggota Black Roses berkumpul di loby kampus. Setelah membicarakan teknis lomba dancing, kemudian Putri memberanikan diri memperlihatkan brosur pemilihan ratu kampus pada semuanya.
Mulanya Putri menjelaskan alasan kenapa dirinya ngotot ingin ikut. Serta tak lupa jelaskan kondisi, dimana dirinya mungkin harus sering absen latihan karena sibuk persiapkan ajang Ratu kampus itu.
Putri menunggu reaksi dari teman -teman Black Roses. Piput, anggota paling baru akhirnya buka bicara. “ Put, jika memang kita latihan tanpa kamu, dan Prima bisa handle, menurutku sih ngga masalah. Tapi bisakah kamu menjamin, bahwa sehari sebelum kita tanding, kamu dalam kondisi siap. Aku hanya takut, gara-gara capek dan bercabang pikiranmu, pada saatnya kita maju tanding kamu ngga maksimal,“tanya Piput dengan nada serius.
“Apapun caranya akan kulakukan agar bisa bertanding bersama kalian dengan maksimal ! ,” jawab Putri.
“Gini ya temen-temen ! ,“ Putri langsung bicara dengan volume sedikit keras.
“Kalian sadar khan…. keluargaku ngga seperti kalian, yang masih mampu membiayai kuliah, dan ngga pusing memikirkan biaya cicilan macem-macem. Terus terang saja, aku memang agak ngotot ikut. Selain karena kesempatanku hanya di tahun ini, juga karena hadiah-nya. Jika aku berhasil lolos dan menang, sangat berarti bagi keluargaku dan aku juga, ” jelas Putri kepada empat temannya.
Mendengar alasan terakhir yang diucapkan Putri, keempat anggota Black Roses lainnya-pun terdiam. Prima, dengan nada pelan mencoba memecah hening yang sempat lama tertahan.
“Oke, sekarang kita sudah tahu kondisi dan alasan Putri ikut ajang pemelihan Ratu Kampus. Bagaimana jika sekarang kita giatkan latihan, sebelum Putri absen latihan selama beberapa hari ini. Selain itu, kita coba bantu Putri sebisa kita, supaya dia tidak terbebani dengan persiapan ikut ajang Putri Kampus. Dengan begitu, nanti menjelang lomba, Putri tidak terlalu terkuras tenaga dan pikiran-nya”.
Akhirnya merekapun menyetujui jalan tengah seperti yang diucapkan Prima.
Piput, walau agak berat hati akhirnya rela meminjamkan baju berikut kebayanya. Zara, yang punya ukuran kaki sama dengan Putri, berniat meminjamkan sepatu wanita. Kristin berniat menemani Putri menemui guru les bahasa Inggris kenalannya, untuk membantu mengasah kemampuan berpidato di depan umum.
Begitulah akhirnya, dengan waktu yang tidak banyak, Putri pun niat berjuang dengan dibantu teman-temannya.
Ternyata, semua tidak berjalan seperti yang dipikirkan Putri. Sore itu, sebelum latihan dance, Putri menunggu semua teman-temannya di teras rumah, dengan wajah kusut dan kurang bersahabat. Begitu semua anggota Black Roses berkumpul, Putri langsung menyambut dengan kata-kata yang mengagetkan mereka semua.
“Ini gimana sih ! Sebenarnya kalian berniat kita menang lomba dance ngga ! Kalau memang iya, tolong jangan mengacaukan aku yang akan maju ke ajang Putri Kampus dong! ,“ Teriak Putri dihadapan teman-temannya sambil berdiri.
“Lho ! Maksudmu apa Put ? ,“ tanya Prima dengan nada bingung.
Putri langsung keluarkan barang-barang dari dalam tas besarnya, dan langsung berbicara dengan sedikit keras.
“Bagaimana aku bisa konsentrasi bersama kalian nanti, jika aku belum merasa siap maju di Ratu Kampus? Coba lihat ini ! Baju yang bakal aku pakai. Ini … jelas bukan aku banget modelnya. Trus.. sepatu ini juga sama. Terlalu tinggi buatku. Jika nanti aku terlihat oleh juri tinggi semampai, dan dikira hanya karena bantuan sepatu gimana ? ,“ kata Putri sambil menunjuk barang yang disebut.
“Belum lagi masalah pidato bahasa inggrisku! Jika tidak setiap hari bertemu tutor seperti keinginanku, aku ngga bakalan lancar nantinya. Ayo dong ! serius bantuin aku !,” tegas Putri.
Keempat teman Putri berubah wajah seketika. Suasana teras rumah yang tadinya sejuk asri, berubah berhawa panas penuh murka. Satu persatu teman -teman Putri bergantian membela diri dengan segala argumen.
Intinya, mereka merasa Putri sepatutnya menghargai jerih payah dan bantuan dari mereka. Sebab, mereka merasa sudah cukup berkompromi dengan mendukung keputusan Putri ikut ajang Putri Kampus.
Ucapan pedas yang baru saja keluar dari bibir teman satu grup seperjuangan, membuat Zara, Piput dan Kristin berang disertai rasa kecewa. Spontan mereka langsung berdiri, dan meninggalkan Prima serta Putri berdua di teras rumah. Mereka bertiga hanya pamit kepada Ibu Putri, yang ternyata juga mengikuti tegangnya pembicaraan anggota Black Roses sore itu dari balik jendela.
Dengan mata berkaca-kaca, Prima bangkit dari kursi dan mengucapkan kalimat dengan lirih sambil menahan tangis, ”Put… Kamu ini kenapa? Aku ngga nyangka kamu bicara seperti itu tadi. Semoga kamu cuma sedang bingung dan khilaf. Aku berharap dengan sangat, kita semua tetap bersama, maju lomba dance, dan kamu juga maju ajang Ratu Kampus. Coba pikirkan selagi ada waktu dengan kepala dingin dan sedikit realistis Put,” kata Prima sambil memegang bahu Putri.
“Kita harus bisa kendalikan ego dengan realita yang ada, serta jangan terlalu salahkan keadaan diri sendiri. Syukuri apa yang ada Put,“ ucap Prima.
Selanjutnya Prima pamit kepada Putri dan Ibunya. Latihan sore itu batal. Sang ibu berjalan keluar mendatangi anak perempuannya yang masih duduk dan mulai menangis. Diajaknya Putri masuk kedalam, dan selanjutnya Putri mencurahkan semua emosinya di pelukan sang Ibu .
“Putri, ibu tahu jika keinginan kamu mengikuti pemilihan Putri Kampus sudah kamu impikan sejak lama. Selain itu, jika kamu masuk jadi pemenang , hadiah berupa uang pembinaan juga bisa dipakai untuk membantu Ibu membiayai kamu,“ kata sang Ibu dengan lembut.
“Ibu juga paham, kalau ini timing yang tepat, karena semester depan, kamu sudah banyak kuliah praktek ,“ lanjut Ibunya.
Namun jangan lupa Putri, ini bukan tentang kamu saja. Ini tentang bagaimana perasaan teman-temanmu dan rencana yang telah kalian rancang bersama awal mula, sebelum ajang Pemilihan Ratu Kampus muncul, yakni tentang lomba dance.
Mereka adalah teman yang baik dan penuh perhatian. Buktinya mereka rela membantu sebisa mereka, demi menuruti keinginan dan impianmu.
“Padahal mungkin mereka juga sebenarnya tidak punya banyak waktu, karena mempersiapkan lomba dance dan juga urusan pribadi masing-masing. Akan lebih bijak, jika kamu tunjukkan pada mereka, rasa terimakasih atas apa yang mereka berikan padamu Put. Dan jangan lupa, segeralah meminta maaf pada teman-temamu ,” kata Ibu.
**
Hari itu, teman-teman dan juga sang Ibu, sudah berhasil membuka hati Putri. Dengan besarnya hati, Putri sekarang mengerti. Dia lebih menghargai arti bantuan orang lain padanya.
Orang lain bukan tidak mau atau tidak mengerti pikiran Putri, hingga tidak bisa berikan bantuan secara berlebih seperti yang dikehendaki. Namun memang itu yang mampu orang lain berikan. Sebab ada hal lain membutuhkan tenaga dan pikiran, yang lebih dahulu menjadi tujuan.
Tujuan yang sudah disepakti bersama dan harus didahulukan. Setidaknya orang lain sudah berusaha membantu dengan tulus iklas. Puteri sadar, dirinya tidak bisa menuntut lebih seperti yang dia mau, dan harapkan.
Terlebih saat Ibu memberi nasehat, bukan hadiah yang jadi tujuan utama walau keluarganya memang membutuhkan. Tapi lebih pada pembelajaran bagi Puteri, untuk lebih menghargai proses.
Merasakan berjuang, kerja keras, ketelatenan, disiplin, dan bersabar, saat ingin mencapai tujuan tertentu. Itulah arti yang jauh lebih penting. Tidak sekedar citra diri, pembuktian, popularitas dan penghargaannya. Ini juga berlaku untuk kehidupan dimasa datang. Di kehidupan bermasyarakat, dunia karir serta pekerjaan, dan yang lainnya.
Akhirnya, Puteri tetap mengikuti Pemilihan Putri Kampus, namun bukan menjadi prioritas bahkan disikapinya dengan sangat biasa. Puteri ikut Ajang Putri Kampus didasari ingin merasakan pengalaman.
Pengalaman proses bersabar, dengan memahami kondisi apa yang ada, tanpa terlalu memaksa dan bernafsu. Sekarang dia lebih fokus pada lomba dance yang telah lebih dahulu direncanakan, dan lebih dahulu jadi tujuan utama.
Puteri tak akan melupakan apa yang sudah dikerjakan, serta bijak memilih apa yang lebih didahulukan.
SEKIAN
——Untuk semua Puteri, semua Ibu, dan semuanya yang sedang meraih cita serta impian——-
REP : SATRIA AGNI
Comments