STARJOGJA.COM, Yogyakarta – “Mbak Jum, ini bau apa sih, kok ga enak banget?”
Begitu protes saya pada suatu siang kepada Mbak Jum, asisten rumah tangga yang sudah bersama kami sejak lebih dari 10 tahun lalu. Usut punya usut, bau aneh dan ga enak yang menyebar itu berasal dari rice cooker di dapur. Beras yang kemudian berubah menjadi nasi kemarin siang, menguning menjelang coklat, berbau dan sedikit berair alias jemek.
Bukan hanya sekali itu saja saya mengeluhkan bau yang menguat dari arah dapur. Namun beberapa kali setelahnya pun, kejadian itu terulang kembali.
Sebagai seorang Geek Wannabe, saya kemudian berusaha menganalisa, apa yang salah atau faktor dan variabel apa yang mempengaruhi daya tahan nasi di rumah. Faktor pertama yang saya coba telaah adalah berasnya.
Baca Juga : Santap Nasi Hajatan Tujuh Warga Playen Keracunan
Kami terbiasa mengkonsumsi beras merah sejak beberapa tahun belakangan. Nah, kebetulan, kejadian pembasian nasi (uopooohh ???) itu terjadi saat ndilalah kami kehabisan stock beras merah, dan terpaksa membeli beras biasa di toko langganan.
Namun ternyata teori dadakan saya yang menyalahkan beras, langsung terbantahkan. Apa sebab? Karena Ibu saya juga membeli beras yang sama, di tempat yang sama, namun sayangnya tidak mengalami hal tersebut.
Masih belum puas dengan hasil tadi, saya kemudian mencoba mengupgrade beras dengan membeli berkualitas di atas yang biasa ada di toko pojok jalan. Berhasil? Ya ngga lah. Sama saja. Blaik.. Trus apanya yang salah?
Menuju ke faktor berikutnya. Air. Di rumah, kebetulan saya menggunakan 2 sumber air. Air sumur pompa dan air PAM. Jan wis, kurang gawean saya ini sebenarnya. Mesti trial penggunaan 2 macam air tadi, yang ujungnya, error juga, alias gagal. Tetep basi ki.
Nyerah? Ga ada di kamus. Saya kemudian menginstruksikan Mbak Jum untuk menggunakan air galon yang cukup kondang. Gagal maning Soonn. Segane tetep basi dalam waktu 24 jam.
Sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan Teknik (Kimia), saya jelas tidak puas. Mosok iya, kuliah mataun taun, kalah sama nasi basi sih? Mau ditaruh dimana muka ini?
Meski saya tau, posisi muka alias wajah ya tetap disitu saja, lha dimana lagi?
Faktor berikutnya yang saya teliti adalah kelistrikan sekaligus kelayakan rice cooker di rumah. Apakah masih berfungsi secara normal, apakah ada kerusakan, apakah perlu membeli yang baru dan sebagainya.
Setelah melalui pemikiran mendalam, tidak juga ada solusi yang manjur. Namun kemudian, pada suatu hari, kami kembali memiliki stok beras merah. Dan ajaibnya, kejadian nasi basi tidak terulang kembali.
Saya yang tadinya sudah pasrah, kembali tergelitik. Iki apane to sing salah?
Sampai tadi pagi, saat siaran, tanpa sengaja saya membuka 1 tautan di laman berita yang dibuka oleh Pak Jusan, penyiar pagi.
Disitu dikatakan bahwa ternyata nasi yang dimasak dengan menggunakan rice cooker bisa cepat basi karena tidak adanya proses pengadukan nasi setelah matang, seperti yang dilakukan apabila memasak nasi dengan menggunakan soblok dan dandang.
Edan! Sesederhana itu.
Mengaduknya sih sederhana. Tapi penelitinya, Prof. Mikrajuddin Abdullah, seorang ahli fisika dari ITB ternyata sampai membuat analisis dengan persamaan-persamaan matematis lho. Bagi yang penasaran, silakan kunjungi aja akun Facebook beliau.
Menurutnya, nasi yang tidak diaduk, akan menyebabkan air terperangkap lama. Dan hal inilah yang membuat nasi cepat basi. Dengan diaduk, maka tercipta ruang kosong di antara butiran nasi, sehingga air yang terperangkap bisa menguap keluar.
Nah, masih ada pertanyaan lagi yang muncul di benak saya. Nasi merah juga tidak pernah diaduk setelah matang. Tapi kenapa tidak cepat basi?
Ini ada penjelasan lainnya lagi. Tekstur beras merah cenderung lebih keras jika dibandingkan dengan beras putih. Oleh karenanya, dalam proses memasaknya, memang membutuhkan air yang lebih banyak. Jadi, air terperangkap lama, justru akan membantu supaya nasi merah pulen, tidak keras, ora nglethis. Dengan catatan, kuantitas air yang ditambahkan, sama dengan saat memasak beras biasa.
Bottom line is, hal-hal sederhana dalam kehidupan, bisa dijelaskan menggunakan sudut pandang ilmu fisika yang njelimet. Jadi, siapa bilang kita ga perlu baca dan belajar?
Catatan :
Prof Mikrajuddin Abdullah juga membagikan penjelasan teknis dan sangat ilmiah soal bagaimana membuat kopi tidak cepat dingin dan tetap terasa nikmat saat diseruput di akun Facebooknya.
Selo? Lhaiya. Urip ki ya sejatine ming nunut ngopi karo nunggu adang sega je.
Comments