STARJOGJA.COM, Yogyakarta – “Mam, ini jawabannya apa ? Susah! Ini belum diajari di sekolah !” Itu adalah dialog yang sering muncul disaat kita mendampingi anak yang tengah mengerjakan PR sekolah. Tak jarang orang tualah yang malah ribet sendiri mencari jawaban PR anaknya itu. Bahkan ada orang tua yang mencarikan jawaban dan kemudian mendiktekan jawaban itu agar ditulis si anak.
Bagi sebagian orang tua murid termasuk saya, pekerjaan rumah atau PR terkadang malah menjadi beban. Ya, bukan beban si siswa, justru menjadi beban bagi orang tua karena acap kali kita selaku orang tualah yang menggarap PR tersebut.
Baca Juga : Menanak Nasi Tidak Basi Itu Ada Ilmunya
Sementara bagi sebagian orang tua murid lainnya, PR justru menjadi sesuatu yang membuat siswa tertekan atau stres dalam menjalani pendidikan sehingga PR bak hantu yang menakutkan.
Memang tidak semuanya menganggap itu sebagai beban. Tapi Kondisi ini muncul bagi orang tua yang tidak punya banyak waktu untuk mendampingi anak belajar ataupun mengerjakan PR. Bahkan banyak diantara mereka yang kemudian menyerah dan menyebut PR anaknya sebagai sebuah momok menakutkan.
Bagi sebagian orang tua lainnya, PR akan memunculkan kreativitas bagi anaknya dalam mengenyam pendidikan. Bagi mereka, PR akan memberikan pelajaran tambahan sehingga kemampuan si anak akan semakin terasah.
PR dianggap akan membantu mendongkrak prestasi akademis si siswa sehingga PR adalah hal yang harus diberikan. Jika tidak, maka seolah seorang siswa tidak belajar.
Harus dipahami bagi orang tua, PR merupakan sebuah media atau alat yang dapat membantu anak untuk mengetahui, memiliki ketrampilan, dan memahami pelajaran. Kelebihan lain, dengan PR akan tumbuh proses pencapaian tujuan pembelajaran yang berjalan dua cabang, di sekolah dan di rumah. Selain itu, lewat PR, anak juga berlatih bertanggung jawab terhadap tugas.
Orangtua pun bisa ikut mendapatkan manfaat dari mendampingi mengerjakan PR. Kita bisa ikut belajar kembali dan mengingat lagi apa yang dulu pernah kita pelajari.
Meski kini banyak pelajaran yang sudah berbeda atau bahkan dipelajari lebih awal. Mendampingi mengerjakan PR, anak bisa merasakan perhatian orangtua tanpa harus kemudian dibantu 100 persen pengerjaannya.
Kita harus ada di samping anak saat dia membuat PR. Jika anak tidak mampu mengerjakan PR-nya, orangtua harus mencari tahu penyebabnya. Dari situ, Anda bisa mencari solusi yang sesuai dengan penyebabnya. Contoh, bila anak tidak mengerti soal-soalnya, orangtualah yang harus menerjemahkannya sehingga materi PR itu dapat dipahami dan dikerjakan oleh anak.
Nah, Bila orangtua nekat mengerjakan PR anak, apa pun alasannya, bisa jadi anak tidak belajar dengan baik. Bagi saya, semua anak butuh mengulang kembali pelajaran yang didapatkannya di sekolah agar lebih paham. Ingat, lewat PR, anak kita dapat belajar dengan baik karena kembali apa yang telah dipelajarinya sesuai dengan kecepatan pemahamannya masing-masing.
Jadi masihkah Anda ikut mengerjakan PR ?
Comments