STARJOGJA.COM, SLEMAN – Pernikahan anak masih marak terjadi di Indonesia dan kondisinya semakin mengkhawatirkan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Yohana Susana Yembise menegaskan pemerintah berusaha untuk terus mendorong untuk menurungkan angka pernikahan anak.
Ia menyebut pernikahan tidak hanya menghilangkan hak anak untuk menikmati masa remajanya tetapi juga memiliki banyak risiko yang mengancam didalamnya. Yohana menyebut untuk mengatasi masalah ini perlu gerak bersama dari semua pihak.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 mencatat sekitar 1,1 persen anak menikah pertama kali sebelum usia 15 tahun. Sementara itu, sekitar 22,4 persen perempuan usia 20-24 tahun yang pernah menikah pertama kali pada usia di bawah 18 tahun.
“Efek dari pernikahan anak begitu banyak mulai dari putus sekolah, kemiskinan, rentan kekerasan dalam rumah tangga, hingga risiko kematian ibu dan anak saat melahirkan di usia terlalu muda,” kata Yohana dalam paparannya sebagai keynote speaker yang disampaikan oleh Asisten Deputi Bidang Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kementrian PPPA, Sri Prihantini Lestari, Sabtu (20/10) di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Yohana mengatakan banyaknya kasus pernikahan anak di tanah Air disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah budaya. Budaya perjodohan kerap dilakukan oleh orang tua yang mengakibatkan terjadinya perkawinan di udia dini
“Hal ini menjadi kontardiktif dengan UU Perlindungan Anak yang melarang perkawinan anak di bawah usia 18 tahun,” tuturnya.
Maraknya pernikahan anak ini dapat dicegah dengan usaha bersama serta sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan sebaginya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menolak pernikahan usia dini pada anak.
“Memutus mata rantai pernikahan anak ini menjadi usaha bersama seluruh komponen bangsa,” jelasnya.
Comments