Esai

Sepak Bola Indonesia Terjebak di Dunia Ironi

0
penipuan euro

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Bobroknya dunia sepak bola Indonesia semakin menjadi-jadi. Menjelang berakhirnya musim kompetisi 2018, sepak bola tanah air kembali menampilkan wajahnya yang compang camping. Aneka kejanggalan ditampilkan pada publik tanpa malu-malu. Inilah ironi sepakbola Indonesia.

Pecinta sepak bola nasional dibuat terheran-heran dengan pemandangan yang terjadi pada laga Aceh United vs PS Mojokerto Putra (PSMP) di babak 8 besar Liga 2, Senin (19/11/2018) lalu. Kali ini bukan menyoal keributan di atas lapangan, melainkan eksekusi penalti yang diambil pemain PSMP yang dinilai tak wajar. Banyak pihak menilai bahwa eksekusi penalti itu janggal. Sang pemain terlihat seperti sengaja membuang bola. Penonton awam pun bisa menilai kejanggalan itu.

Sejumlah skandal pengaturan skor, atau yang biasa disebut dengan match-fixing pun mulai tercium oleh publik. Tayangan pengakuan peserta dan mantan pengatur skor di Program Mata Najwa membuat publik termasuk saya, kembali tersadarkan jika permasalahan sepak bola masihlah butuh perjuangan besar untuk menyelesaikannya. Publik pun pantas ikut marah akan besarnya persoalan olahraga rakyat ini.

Baca Juga : PSS Sleman Sukses Naik Kasta Liga 1

Permasalahan yang terjadi di sepak bola Indonesia seakan-akan tidak pernah habisnya. Dimulai kasus penganiayaan suporter, tunggakan gaji pemain dan pelatih, kegagalan timnas dalam meraih prestasi hingga rumor mafia yang berkeliaran di dalam induk organisasi tertinggi sepak bola Indonesia, melengkapi keterpurukan PSSI. Tidak dipungkiri bahwa mafia ini memiliki jabatan yang sangat penting di dalam organisasi tersebut. Mafia ini memiliki tugas sebagai perantara, antara bandar dengan orang yang berada di lapangan dan bisa saja sebagai pengatur skor atau jalannya pertandingan.

Penegakan hukum yang lemah oleh federasi dianggap penyebab Indonesia menjadi lahan subur pengaturan skor laga sepak bola. Di luar itu, kondisi klub yang megap-megap membuat godaan duit cash membuat iman para pemain ataupun pelatih menjadi mudah goyah. Klub yang menunda gaji atau bahkan tidak kuat membayar gaji pemain jadi sebuah fakta tak terhindarkan.

PSSI memang mengklaim telah melakukan beragam upaya yang disarankan induk organisasi sepak bola dunia (FIFA) untuk mencegah kecurangan yang melibatkan jaringan judi. Namun gosip yang akhirnya terbukti jadi fakta pun menguatkan upaya itu masih jauh dari harapan. PSSI harus mau mendengar saran untuk membuka peluang pemeriksaan kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan kasus ini. Jika harus menunggu laporan rasanya kasus ini akan menguap dan tinggal menjadi kabar burung semata

Harapan kita sekarang ini sebenarnya ada pada bibit-bibit muda penerus bangsa. Namun, jika bibit muda dari awal otaknya sudah ‘dicuci’ dan didoktrin oleh para bos mafia dan bandar judi, itu sama halnya memperbolehkan mereka bermain indah dan menggiring bola, namun dengan sengaja tanpa rasa bersalah mereka mencetak gol ke gawangnya sendiri. Apa jadinya ketika idealisme bermain sepak bola itu terkalahkan pada perilaku kotor suap. Memang Semua memang butuh uang. Tapi uang tak bisa membeli segalanya, termasuk harga diri.

Bagi mereka yang sudah memasuki momentum sebagai pemain profesional, tentu ini lebih besar tanggungjawabnya. Kehidupan keluarga, anak dan istri mereka tergantung pada keberhasilan mereka di klub. Jangan berikan uang kotor untuk keluarga. Bermainlah secara sportif dan sesuai nurani. Jangan gadaikan kehormatan keluarga pada keinginan hidup mewah.

Fakta jelas terpapar kalau para pelaku juga tak gentar dengan ancaman pidana yang bakal mereka terima. Kebanyakan dari mereka adalah bandar judi dan klub bola. Praktik suap yang masih gencar tersebut merupakan salah satu batu sandungan yang membuat prestasi Indonesia hingga kini ibarat jalan di tempat. Ambisi untuk bisa menembus Piala Dunia masih jauh panggang dari api.

Dari sinilah, kita semakin sadar harus ada perubahan besar dari industri sepak bola. Komitmen besar dari pelaku sepak bola Indonesia harus disuarakan dan diwujudkan bersama. Beri hukuman berat bagi pelaku suap atau judi bola. Jangan cuman diberikan larangan bermain namun tak ada sangsi pidananya. Berikan efek jera bagi mereka. Sepak bola itu harus menjadi sebuah tempat mencari uang halal dan menampilkan kompetisi penuh sportifitas. Tanpa harus dicedarai aneka noda !

Bayu

Mobil Bioling Kemendikbud dikelola UMY

Previous article

Soft Opening SCH Diserbu Masyarakat.

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai