STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Ritual tolak bala bagi bumi kembali dilaksanakan oleh Dodok Putra Bangsa warga Miliran, Muja-Muju, Umbulharjo, Yogyakarta karena rasa kecewa terhadap kebijakan pemerintah kota Yogyakarta mengenai moratorium hotel. Dodok melakukan aksi di depan kantor Pemkot Jogja, bertujuan mengusir unsur-unsur jahat dari Balai Kota Yogyakarta agar tidak lagi mempengaruhi jajaran Pamong Praja.
“Tahun 2016 saya sudah ruwatan, tapi ilmu saya kurang kuat, saya sudah mandi kembang tujuh rupa dan mandi dengan air tujuh sumur tapi masih kurang juga, sepertinya aura negatif yang hinggap di Pamong Praja yang seharusnya menjaga filosofi Hayuning Bawana belum bisa dijaga,” ujar Dodok saat ditemui di depan Balaikota Jogja Rabu (9/1/2019).
Awal tahun 2019 Pemerintah Kota Jogja membuka kembali izin pembangunan hotel berbintang dengan alasan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun menurutnya kondisi lingkungan kota sudah terbebani dengan pembangunan 88 hotel baru sejak tahun 2014 dan pembangunan apartemen ditahun 2016.
Baca Juga : Masuk Libur Panjang, Okupansi Hotel Naik
“Kemarin pak Heru (Wakil Walikota) menyatakan moratorium hotel dicabut tapi pak Hariadi (Walikota) menyatakan moratorium yang dicabut hanya hotel bintang satu hingga hotel bintang tiga. Hotel bintang satu sampai tiga saja sudah bikin macet bagaimana dengan hotel bintang empat dan lima,” tambahnya.
Dampak pembangunan di Yogyakarta sudah terasa beberapa tahun terakhir seperti peningkatan gaya hidup konsumtif, kemacetan, polusi, kriminalitas dan kelangkaan air terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyampaian aspirasi warga pun sudah dilakukan dengan beragam cara, jalur formal baik melalui Pemerintah Kota dan Anggota Dewan namun tidak mendapatkan tanggapan.
“Rumah mereka terhalang oleh gedung tinggi, warga tidak mendapatkan sinar matahari saat pagi hari, warga Jambuluwuk saja baru bisa mendapatkan sinar matahari jam satu dan dua siang” katanya.
Dodok mengatakan dampak pembangunan hotel menyebabkan kekeringan di sejumlah tempat. Tak hanya itu, air tanah juga semakin berkurang dengan banyaknya hotel di Yogyakarta.
“Dulu tahun 2014 saja miliran mengalami kekeringan karena Fave pakai air tanah, padahal Pemerintah sudah mengharuskan pemilik hotel untuk memakai air PDAM bukan air sumur, namun PDAM Jogja itu pakai air tanah bukan mengambil air di kali, beda seperti Jakarta yang memakai pengolahan air kali. Pasti sumber air terganggu, ” imbuhnya.
Tak hanya air, oksigen pun turut dirampas karena pembangunan hotel. Hotel – hotel yang dibangun pasalnya tidak disertakan dengan penanaman pohon.
“Satu pohon itu bisa buat oksigen untuk dua orang, tapi mereka mendirikan kamar dan tidak menanam pohon, oksigen saja dicuri oleh mereka” tuturnya.
Dodok mengharapkan setelah melakukan ritual para Pemerintah kota dapat memiliki kembali kebersihan pikiran dan batin, bebas dari ambisi angkara murka, sehingga keadilan sosial dan kelestarian lingkungan dapat kembali hadir ke bumi Yogyakarta.
Comments