STARJOGJA.COM, Gunung Kidul – Potensi wisata desa dan investasi pariwisata menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Pemkab Gunung Kidul mengintensifkan pengembangkan potensi wisata desa dan investasi pariwisata untuk menurunkan angka kemiskinan di daerah itu.
Bupati Gunung Kidul Badingah mengatakan dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul 2018, yakni 17,12 persen atau turun 1,5 persen daripada 2017, yakni 18,65 persen, dan pada 2016 yang masih diangka 19,34 persen.
“Perkembangan sektor pariwisata di Gunung Kidul berperan besar dalam menurunkan angka kemiskina. Banyak petani atau pengangguran mulai beralih menjadi pelaku usaha pariwisata sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka,” katanya kepada Antara Minggu (3/3/2019).
Baca Juga : Gunung Kidul Tingkatkan Fasilitas Obyek Wisata Berstandar untuk Turis Asing
Badingah mengaku saat ini masyarakatnya mampu menangkap peluang potensi di sekitarnya. Sehingga banyak objek wisata berbasis masyarakat berkembang di Gunung Kidul.
“Masyarakat mulai menyadari pariwisata mampu menggerakkan ekonomi mereka. Pemkab juga akan membuka peluang investasi yang mampu menggerakkan ekonomi masyarakat,” katanya.
Badingah mengatakan sejumlah infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah maupun pusat mampu mendongkrak pariwisata. JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan) yang akan segera tersambung dengan jembatan kelok 18, akan memudahkan akses dari dan menuju bandara NYIA.
“Saya yakin pariwisata akan berkembang pesat. Sisi utara ada jalan baru yang langsung menuju Kabupaten Sleman,” ucapnya.
Sekretaris Daerah Pemkab Gunung Kidul Drajad Ruswandono mengatakan terkait kemiskinan, penurunan angka tersebut tergolong signifikan. Meski berada di peringkat terbawah di DIY, persentase penurunan kemiskinan di Gunung Kidul tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya.
Pemkab menargetkan pada 2021 mampu berada pada angka 15 persen. Dia mengakui pengambilan sampel oleh BPS dengan salah satunya terkait dengan konsumsi atau pengeluaran. Kalau pendapatan kurang dari Rp275.000 per bulan dianggap miskin maka Gunung Kidul cukup sulit keluar dari wilayah miskin.
“Sebab, masyarakat terbiasa untuk menyimpan makanan. Karena kita ‘start’-nya pada angka yang sudah besar,” katanya.
Ia juga mengatakan tingkat kemiskinan di Gunung Kidul tidak seperti apa yang dibayangkan atau seperti apa yang ada pada data BPS.
Menurut dia, masyarakat Gunung Kidul sedikit mengeluarkan biaya hidup lantaran mempunyai ketersediaan pangan dari hasil pertanian.
“BPS menghitungnya dari konsumsi atau pengeluaran. Kalau pengeluaran kurang dari Rp275.000 per bulan, dianggap miskin,” kata dia.
Comments