STARJOGJA.COM, Yogyakarta – 10 WNA (warga negara asing) masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Anggota Bawaslu DIY Amir Nashiruddin mengatakan Bawaslu menemukan 10 WNA yang masuk DPT di Bantul, Gunungkidul, Sleman, serta Kota Jogja.
“Teman-teman di lapangan masih melakukan verifikasi. Ada tujuh [WNA yang masuk DPT] di Bantul, serta tiga di Gunungkidul, Sleman, dan Kota Jogja,” kata dia, Selasa (5/3/2019)
Ia memperkirakan selain 10 WNA yang masuk DPT masih ada data tambahan lainnya mengingat masih ada empat kabupaten yang belum disisir. Sebelumnya, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan kementeriannya menemukan 103 warga negara asing terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dia mengaku sudah menyerahkan data tersebut kepada KPU.
Baca Juga : KTP Elektronik untuk WNA Dikeluarkan Pemkot Jogja
Sementara itu, Bawaslu RI memperkirakan jumlah warga negara asing (WNA) yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 tidak hanya 103 orang, tetapi bisa sampai ribuan orang.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan tim di lapangan terus mengecek data WNA yang memiliki KTP-el yang berjumlah 1.680.
“Apakah berpotensi bertambah atau tidak bisa dua-duanya. Kami lihat datanya bertambah apa tidak,” katanya.
Afif menjelaskan 103 WNA ini tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan penelusuran sementara, Bali merupakan daerah terbanyak.
Berdasarkan regulasi, WNA diperbolehkan memiliki E-KTP. Yang jadi permasalahan Bawaslu adalah mereka bisa masuk dalam DPT. Ini karena hanya warga Indonesia yang bisa menggunakan hak pilih.
Afifuddin mengaku telah mengonfirmasi 103 nama WNA itu terdaftar lengkap dengan nomor TPS-nya di daerah pemilihan masing-masing. “Temuan seperti ini berbahaya bagi pemilu. Oleh karena itu data WNA itu harus segera dihapus baik di DPT maupun di TPS,” ujarnya.
Afifuddin mengatakan temuan data 103 WNA masuk DPT ini mengindikasikan proses pencocokan dan penelitian daftar pemilih yang belum sempurna. Seharusnya, data pemilih yang tidak berhak harus sudah dipastikan sejak awal proses pencocokan dan penelitian DPT.
Dia berharap penyelenggara pemilu yang masih memiliki waktu sekitar 42 hari menjelang pemungutan suara bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Menurut dia, saat ini sudah bukan waktunya saling lempar masalah antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Tidak perlu lagi, saling melempar kesalahan dan potensi kecurangan pemilu rawan berasal dari DPT sebagaimana terbukti di sejumlah pemilihan yang dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Comments