STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Monkeypox atau cacar monyet sempat membuat heboh beberapa waktu terakhir di Singapura. Namun One Health Colaborating Center Universitas Gadjah Mada (OHCC UGM) mengimbau masyarakat tidak perlu panik terhadap Monkeypox ini.
Koordinator OHCC UGM, Prof. Wayan T. Artama menjelaskan, Monkeypox atau adalah penyakit yang disebabkan viral zoonoses yang bernama Orthopoxvirus. Selain itu, penyakit ini kurang lebih serupa dengan cacar pada manusia yang disebabkan oleh smallpox.
“Dari beberapa fakta yang ditemukan, diketahui penyakit cacar monyet ini memang berbahaya. Namun, jika dibanding dengan penyakit seperti ebola dan MERS, nipah, penyakit ini [cacar monyet] masih di bawahnya,” katanya kepada Harianjogja, Rabu (15/5/2019).
BACA JUGA :Ini Beda Cacar Air dengan Cacar Monyet
Memiliki masa inkubasi selama lima hingga 21 hari dan belum ada obatnya, yang terpenting dari penanganan penyakit ini ada pada tahap pencegahan. Beberapa upaya yang dilakukan seperti menerapkan gaya hidup sehat, menghindari kontak fisik dengan satwa liar selaku reservoir virus, menghindari kontak fisik langsung dengan penderita.
Pencegahan lainnya menghindari konsumsi daging satwa liar, serta segera lapor ke Dinas Kesehatan jika mengalami gejala.
“Gejala yang muncul mirip seperti penderita cacar tapi lebih ringan, misalnya demam, sakit kepala, nyeri otot. Kemudian berlanjut dengan munculnya benjolan kecil ke seluruh tubuh. Angka kematian penyakit ini berkisar satu sampai 10%, biasanya lebih banyak pada penderita yang berumur relatif muda,” kata dia.
Bagi petugas kesehatan yang berhubungan dengan penderita atau suspect, harus berhati-hati dalam menangani pasien. Serta harus selalu menggunakan perangkat proteksi yang dianjurkan.
Pemeriksaan medis juga diperlukan, bagi pendatang atau wisatawan demikian juga bagi warga ekspatriat, yang berasal dari negara wabah, misalnya Nigeria dan Singapura, negara yang baru saja terpapar virus tersebut.
Saat ini, yang juga harus diwaspadai adalah penumpang yang melakukan penerbangan langsung dari Singapura. Sehingga, ia menyarankan bagi pemerintah daerah yang memiliki bandar udara dengan penerbangan ke atau dari negara-negara wabah, untuk memasang alat pendeteksi suhu tubuh.
Comments