STARJOGJA.COM, Esai – Gempa 27 Mei, 13 tahun yang lalu membawa duka bagi banyak orang. Gempa 5,9 skala richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 lalu itu terjadi pada pukul 05:55:03 WIB selama 57 detik.
Meski Gempa 27 Mei mengguncang kurang dari semenit, tapi gempa ini menewaskan 6.234 jiwa dan puluhan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal. Cerita duka pun mengemuka karena banyak orang kehilangan orang – orang tercinta. Cerita hidup dan tinggal di luar rumah atau bahkan harus tinggal di tenda menjadi sebuah bagian dari kenyataan hidup yang pernah dirasakan oleh banyak orang di Jogja.
Di luar cerita itu terselip sebuah rasa kebersamaan dan tekad besar untuk bangkit dari keterpurukan hidup. Saat itu masyarakat yang tidak terlalu terkena dampak dari gempa pun beramai-ramai untuk memberi bantuan tanpa memikirkan siapa yang akan dibantu. Bantuan pangan dan aneka logistik pun mengalir tanpa dikomando tak lama setelah adanya bencana.
Baca Juga : 22 Mei itu People Power atau Aksi Massa
Semangat untuk bangkit pun muncul tak lama setelah penanganan bantuan darurat itu datang. Masyarakat pun datang berbondong bondong untuk memberikan bantuan pembersihan puing puing reruntuhan yang ada di wilayah terkena bencana. Tak cuman datang dari DIY, tapi bantuan itu pun datang dari luar wilayah.
Penulis masih ingat saat warga kampung berinisatif berangkat bersama untuk membantu membersihkan puing-puing. Dengan menggunakan kendaraan bak terbuka, warga utamanya bapak-bapak pun berangkat membawa bekal sendiri untuk memenuhi kebutuhan perut saat ada di lokasi.
Dari luar DIY pun, bantuan datang. Masyarakat menumpang truk terbuka datang untuk membantu sembari membawa barang bantuan atau bahkan barang bangunan. Saat itu rombongan truk dari luar kota sering terlihat melintas bersama membawa masyarakat dan juga bambu untuk membuat bangunan darurat.
Solidaritas itu muncul secara spontan tanpa mengenal batas yang ditimbulkan akibat aneka perbedaan, mulai dari perbedaan agama hingga strata ekonomi. Perbedaan tak menghalangi adanya kebersaamaan. Jogja yang hancur bisa bangkit secara perlahan dan pada akhirnya kembali merajut harapan dengan bantuan dan aksi solidaritas.
Comments