STARJOGJA.COM, JAKARTA – BMKG menyebut Kondisi suhu dingin di beberapa daerah di Indonesia sebagai hal yang lumrah terjadi. BMKG lewat akun media sosialnya menyebut kondisi ini dipengaruhi oleh adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia yang dikenal sebagai aliran monsun dingin Australia.
“Secara klimatologis, monsun dingin Australia aktif pada periode bulan Juni-Juni-Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak Musim Kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator,” tulis akun info BMKG.
Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini selanjutnya diterangkan oleh BMKG, menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan.
Kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya
“Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan, dimana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan, atmosfer menjadi semacam “reservoir panas” sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat.
BMKG menyebut kalau kondisi cuaca yang dingin ini sangat terasa dampaknya seperti di wilayah dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) ataupun daerah pegunungan lainnya dimana pada kondisi ekstrem dapat menyebabkan terbentuknya embun beku atau frost.
Berdasarkan data pengamatan BMKG, selama sepekan ini, suhu udara lebih rendah dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah seperti di Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan), suhu udara rendah terukur di Frans Sales Lega (NTT) hingga 9.2 derajat Celcius pada 15 Juni 2019.
Diprediksi potensi kondisi suhu dingin seperti ini masih dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, Juni-Juli-Agustus, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara.
SUMBER : Bisnis.com
Comments