STARJOGJA.COM, Info – “Kokain adalah cara Tuhan memberitahumu bahwa kamu sudah terlalu banyak mengumpulkan uang”. Candaan itu disampaikan komedian asal Chicago, Amerika Serikat, Robin Williams pada suatu kali, terkait adiksinya terhadap narkoba.
Williams meninggal di usia 63 tahun pada 11 Agustus 2014 setelah sebelumnya mengalami depresi berat dan bertahun-tahun sangat bergantung pada konsumsi alkohol dan kokain. Dia dilaporkan berpulang karena gangguan otak.
Sebagai penghormatan atas perjalanan karir ikon komedian AS tersebut, pada pekan ini, majalah People menerbitkan edisi khusus peringatan tahun kelima kematian Williams dengan wajahnya sebagai sampul.
Baca juga: Jefri Nichol Mengakui Kesalahannya Pakai Narkoba
Williams bukanlah satu-satunya komedian dunia yang terjerat ketergantungan alkohol dan narkoba. Sebut saja George Carlin yang meninggal pada 2008 serta Artie Lange yang telah dua kali dilempar ke balai rehabilitasi pada 1997 dan 2008, hingga mencoba bunuh diri pada 2010.
Di Tanah Air, pelawak dari kelompok komedi Srimulat Tri Retno Prayudati alias Nunung, belakangan juga tersandung kasus serupa. Nunung ditangkap atas kepemilikan 0,36 gram narkoba jenis sabu-sabu dan mengaku telah mengonsumsi barang haram itu selama 2 dekade terakhir.
Di lingkaran pelawak Srimulat, kasus yang menimpa Nunung merupakan pengulangan yang kelima kalinya. Personil Srimulat lain yang telah mendahului Nunung antara lain, Sudarmaji (Doyok) pada 2000, Christian Barata Nugraha (Polo) pada 2000 dan 2004, Margono (Gogon) pada 2007, dan Kabul Basuki (Tessy) pada 2014.
Tak lama setelah kasus Nunung terkuak, polisi kembali mengamankan pelaku dunia hiburan lain. Kali ini, aktor Jefri Nichol yang terjerat kepemilikan narkoba.
Jefri dan Nunung menambah daftar panjang artis terjerat narkoba pada tahun ini.
Ketergantungan narkoba yang menjerat para artis, termasuk komedian, memberikan gambaran bahwa menjalani profesi sebagai figur publik dan pemantik tawa di atas panggung atau di layar kaca tak lantas menurunkan tingkat depresi. Bagi para pelawak, tekanannya pun makin tinggi karena mereka diharuskan tampil kocak dan menghibur.
Psikolog Universitas Bina Nusantara Nanang Suprayogi mengatakan secara psikologi, selebritas cenderung dekat dengan narkoba untuk meningkatkan kepercayaan diri.
“Ada tuntutan tinggi baik dari publik maupun manajemen. Maka, di situ dia merasa ada beban mental,” ujarnya, beberapa hari lalu.
Tuntutan pekerjaan yang tinggi hingga menimbulkan depresi ditambah pengaruh dari lingkungan sosial memperkuat alasan para artis terjebak jerat narkoba. Terlebih, uang bukanlah masalah bagi kalangan ini.
Kriminolog Adrianus Meliala mengungkapkan kalangan selebritis kerap menjadikan konsumsi narkoba sebagai bagian dari pergaulan. Seseorang bisa jadi nyabu atau nyimeng agar diterima di lingkungan sosial tertentu. Hal inilah yang dilihat oleh para pengedar sebagai target pasar.
Selain itu, di dunia hiburan seseorang mudah tenar tetapi juga mudah pula dilupakan. Situasi itu menjadikan para artis harus memacu diri dan menampilkan performa yang selalu konstan.
“Konsumsi narkotika adalah salah satu cara untuk bisa dianggap sebagai bagian dari circle selebritas. Ini dilihat oleh pengedar sebagai soft group selaku konsumen,” ujarnya.
Adrianus juga menyoroti sejumlah artis yang sudah direhabilitasi kemudian kembali lagi terjerat narkoba. Dia menerangkan rehabilitasi sebenarnya bertujuan agar pecandu setop mengonsumsi narkoba. Jika ada yang kembali lagi kecanduan, maka itu karena pengguna kembali ke lingkungan lama.
“Rehabilitasi sebenarnya telah membentengi agar tidak buru-buru balik mengonsumsi. Tapi kalau godaan terlalu besar, ya kalah,” terang Adrianus.
Namun, psikolog klinis dari Universitas Indonesia Kasandra Putranto berpendapat perlu pemeriksaan khusus untuk mendalami motif konsumsi narkoba seseorang. Seseorang yang mengonsumsi narkoba secara terus-menerus akan mengalami kecanduan sehingga kehilangan kendali pada pikiran, perasaan, dan perbuatan.
“Adiksi narkoba adalah gangguan fungsi otak, yang tentu saja akan mempengaruhi pikiran perasaan dan perbuatan mereka,” ucapnya.
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Wahyu Dwi Ariwibowo (kiri) bersama perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Negeri Makassar menuangkan narkoba jenis sabu ke dalam wadah pemusnah saat pemusnahan barang bukti narkotika di Mapolrestabes Makassar, Sulawaesi Selatan, Senin (29/7/2019)./ANTARA FOTO-Arnas Padda
Menurut Kasandra, setiap individu memiliki motif menyalahgunakan zat yang berbeda-beda pula dan dapat terjadi pada kalangan manapun dengan latar belakang apapun.
Dia menekankan diperlukan strategi yang tepat untuk dilaksanakan oleh semua pihak, yaitu terkait pencegahan, penanganan, dan pengendalian peredaran gelap narkoba. Hal itu agar masyarakat dapat memproteksi diri dari iming-iming para pelaku industri narkoba.
“Dengan cara membangun pemahaman, daya tahan atau resistensi, dan komitmen nilai-nilai gaya hidup sehat tanpa narkoba,” jelas Kasandra.
Meski kasus narkoba yang menjerat kalangan artis dan komedian selalu ramai, sebenarnya pengaruh barang haram ini tak hanya menyentuh kalangan ini.
Survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada awal 2019 terkait penggunaan narkoba memiliki hasil yang cukup mengejutkan. Sebanyak 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkotika, setara dengan 3,2 persen dari populasi kelompok tersebut.
Selain dukungan regulasi, penegakan hukum, dan sosialisasi hidup sehat tanpa narkoba oleh pemerintah, dukungan keluarga dan orang-orang terdekat menjadi penting. Pada remaja, berbagai aktivitas dan kegiatan pengembangan diri menjadi jurus jitu terhindar dari pengaruh narkoba.
Sumber : Bisnis
Comments