STARJOGJA.COM, Yogya – Penurunan Tinggi Muka Air (TMA) dan volume air di Waduk Sermo, Kecamatan Kokap, Kulonprogo yang terjadi sejak kemarau panjang melanda Kabupaten Kulonprogo diprediksi tidak mempengaruhi distribusi air ke lahan pertanian di daerah irigasi. Tinggi muka air Waduk Sermo menurun itu disampaikan Koordinator Lapangan Pengelola Waduk Sermo, Novika Prabowo, Rabu (25/9/2019).
Novika mengatakan Tinggi muka air Waduk Sermo ini berkisar 128,03 Meter di atas Permukaan Laut (MDPL) dengan perkiraan volume sebesar 8,5 juta meter kubik. Meski lebih rendah dari batas normal yaitu 136 MDPL dengan volume 20 juta meter kubik, kondisi ini menurutnya tidak akan menggangu Musim Tanam (MT) 3 (Juli-Oktober) maupun MT 1 (November-Februari).
“TMA hari ini 128,03 MDPL, memang ada penurunan tapi kondisi masih normal, prediksi kami masih bisa untuk mengaliri area persawahan Daerah Irigasi Pengasih di MT 3 dan persiapan MT 1,” terangnya.
Baca Juga : Alami Sedimentasi, Waduk Sermo Kehilangan Seperlima Area Penampung Air
Normalnya, kebutuhan air DI Pengasih berkisar antara 300 sampai 500 liter per detik. Namun karena untuk membantu suplai air petani di wilayah DI Papah guna keperluan Masa Tanam (MT) lalu, maka suplai air dari waduk inj diperbesar menjadi 800 liter per detik.
Pihaknya meyakini, selama elevasi air belum mencapai 124 MDPL di batas bawah normal, Waduk Sermo tidak akan kekurangan air untuk memenuhi suplai ke DI.
Akan tetapi, prediksi bisa meleset jika para pengolah lahan tidak mentaati peraturan tata tanam. Semisal yang harusnya ditanam pada MT 3 itu tanaman tahan air, seperti palawija, tapi malah sebaliknya. Ini bikin kebutuhan air semakin besar dan berpotensi mengganggu kelancaran kebutuhan irigasi.
“Para pengolah lahan diharapkan dapat memahami pola operasi waduk yang berguna sebagai salah satu faktor terjaganya keamanan Bendungan Sermo,” ujarnya.
Soal gagal panen, posko penanggulangan dampak kekeringan Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo mencatat, selama Agustus, 22,5 hektar lahan sawah mengalami puso. Kondisi ini terjadi di empat kecamatan, yaitu Kalibawang seluas 11 ha, Samigaluh 2,5 ha, Girimulyo 2 ha dan Sentolo 7 ha.
Menurut Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman, Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Wahyu Widjayantoro, puso terjadi karena sistem pertanian di beberapa wilayah di Kulonprogo masih mengandalkan tadah hujan. Ketika tidak ada lagi ketersediaan air untuk pertanian, maka beberapa lahan sawah dipastikan gagal panen.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah memperkirakan, musim kemarau di DIY tahun ini akan panjang. Hujan baru akan turun pada November mendatang kecuali wilayah Sleman bagian Barat dan Kulonprogo bagian Utara yang diprediksi masuk musim hujan di dasarian terakhir Oktober.
Dengan mundurnya musim penghujan ini, petani diimbau untuk menyesuaikan pola tanam. “Masyarakat juga diharap bisa bijak dalam menggunakan air,” kata Kepala Kelompok Data dan Informasi, Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Etik Setyaningrum, belum lama ini.
Comments