STARJOGJA.COM, Info – Bencana gempa bumi pada Juli 2018 menyisakan trauma mendalam pada warga Lombok Timur, khususnya anak-anak usia di bawah 6 tahun. Perlu memulihkan anak-anak korban bencana gempa Lombok mengalami problem yang jauh lebih berat sehingga sulit menerima pelajaran.
Kepala Balai Pengembangan PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Nusa Tenggara Barat Suka mengatakan sebagai wilayah terluas di Nusa Tenggara Barat, kawasan ini memiliki sekitar 400 lokasi Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Anak Usia Dini yang menangani sekitar 16.000 anak.
Separuh dari jumlah seluruh sekolah itu mengalami kerusakan akibat gempa.
Baca juga: 42 Mahasiswa FT UGM Jadi Relawan Pasca Gempa Lombok
“Lebih dari 200 sekolah TK dan PAUD terdampak bencana tahun lalu. Walau masih ada trauma, anak-anak masih antusias untuk melakukan kegiatan belajar di bangunan sementara maupun tenda-tenda. Beberapa bangunan permanen juga sudah berdiri, tetapi anak-anak sempat mengeluh panas karena tidak ada kipas angin,” jelasnya kepada Bisnis Jumat (11/10/2019).
Head of School Jakarta Intercultural School, Tarek Razik mengatakan kondisi yang dialami oleh para anak korban bencana di Lombok merupakan panggilan agar tim Jakarta Intercultural School dapat bertindak.
Dia pun mengirim Greg Zolkowski, Community Educational Outreach Coordinator JIS dan tim ke lokasi bencana di Selong, Nusa Tenggara Barat, pada akhir September lalu.
“Periode TK dan PAUD merupakan masa kritis bagi anak-anak untuk mengembangkan ketrampilan kognitif, kompetensi sosial, emosi serta kesehatan mental. Ini adalah pondasi bagi mereka untuk meraih sukses saat dewasa.
Oleh karena itu, JIS tergerak untuk membuat para murid kembali bersemangat dalam belajar melalui workshop bagi para guru. Dalam misi ini, JIS membawa tim khusus yang mengajarkan para guru TK dan PAUD di Lombok Timur agar dapat memotivasi anak belajar melalui bermain atau learn through play.
Tarek menambahkan, bermain adalah salah satu cara penting bagi anak dalam menggali ketrampilan dan kemampuan berpikir.
Anak pun dapat terlibat aktif secara fisik dan mental dalam pengalaman ini sehingga mereka dapat berekspresi, merasakan tantangan baru serta mencari tahu lebih jauh tentang lingkungan di sekitarnya.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari upaya JIS untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Namun tantangan mengajak anak belajar sambil bermain di lokasi pasca-bencana cukup besar. MeGuru-guru di Lombok kesulitan menemukan alat bermain yang memadai.
Karena itu, tim JIS menginspirasi para guru setempat agar lebih kreatif memanfaatkan benda maupun barang bekas dari lingkungan sekitar yang tetap bisa digunakan untuk menggali kemampuan anak dalam proses belajar.
Mereka bisa menyentuh dan merasakan langsung benda-benda, seperti kayu, daun-daun kering, botol atau barang bekas lain. Workshop ini dilakukan dengan perspektif bahwa guru-guru di wilayah bencana ini tidak memiliki sumber daya apapun di lapangan,” ujar Greg.
Sebanyak 30 guru dari 20 sekolah TK dan PAUD menghadiri workshop yang digelar oleh Greg dan tim, bekerja sama dengan Direktorat PAUD & Pendidikan Masyarakat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mereka terlibat aktif dalam sejumlah workshop, antara lain Mengembangkan Pemikiran Matematika melalui Permainan, Mengembangkan Pembelajaran Sosial-Emosional melalui Permainan Drama dan Strategi Membangun Bahasa dan Literasi.
Comments