STARJOGJA.COM, SLEMAN – Ribuan masyarakat menyaksikan kirab budaya Saparan Bekakak, Jumat sore. Kirab budaya diawali dari Lapangan Balai Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping.
Ketua Panitia Tradisi Bekakak, Bambang Cahyono, mengatakan bahwa tradisi yang lebih dikenal dengan sebutan Saparan Bekakak ini merupakan kegiatan yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat setiap tahunnya.
“Saparan Bekakak ini budaya yang melekat di masyarakat khususnya Gamping dan selalu diramaikan oleh masyarakat setiap penyelenggaraannya,” katanya.
Adapun prosesi Saparan Bekakak diawali dengan pelaksanaan upacara adat yang diikuti oleh seluruh bergodo.Usai melakukan upacara adat, prosesi dilanjutkan dengan Budalan Kirab yaitu dengan pemecahan kendi Tirto Dono Jati oleh Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun dan Camat Gamping Arif Marwoto yang sekaligus melakukan pelepasan sepasang burung merpati putih.
Prosesi Saparan Bekakak kemudian dilanjutkan dengan proses kirab bergodo dengan membawa sejumlah sesaji bekakak yang juga diikuti oleh arak-arakan ogoh-ogoh dan raksasa Genduruwo menuju Gunung Gamping.
Upacara bekakak di gelar di Gunung Gamping. Upacara bekakak disebut juga Saparan. Disebut saparan sebab pelaksanaan upacara tadi harus jatuh atau berkaitan dengan bulan sapar.
Upacara ini diadakan atas perintah P. Mangkubumi. Mengenai kata saparan berasal dari kata sapar dan berakhiran an. Kata sapar identik dengan ucapan Arab Syafar yang berarti bulan Arab yang kedua. Jadi Saparan ialah upacara selamatan yang diadakan disetiap bulan Sapar.
Saparan Gamping disebut juga Saparan Bekakak. Bekakak berarti korban penyembelihan hewan atau manusia. Bekakak pada saparan ini hanya tiruan manusia saja, berujud boneka pengantin dengan posisi duduk bersila yang terbuat dari tepung ketan.
Penyelenggaraan upacara saparan Gamping bertujuan untuk menghormati arwah Kiai dan Nyai Wirosuto sekeluarga. Kiai Wirosuto adalah abdi dalem penangsong (hamba yang memayungi) Sri Sultan Hamengku Buwana I
Comments