STARJOGJA.COM, Info – Sebanyak 22 siswa terluka akibat ambruknya bangunan aula terbuka SMKN 1 Miri di Desa Jeruk, Kecamatan Miri, Sragen, Rabu (20/11/2019) sore. Informasi yang dihimpun JIBI di lokasi, puting beliung melanda wilayah Miri dan Gemolong, sekitar pukul 14.30 WIB.
Ambruknya aula berbentuk limasan tanpa dinding itu bermuka ketika puluhan siswa Kelas XI dan XII Program Keahlian Teknik Pengelasan tengah melaksanakan praktik. Mereka diberi tugas guru pengampu untuk mengelas pagar Lapangan Tenis yang berada di samping aula. Begitu hujan datang, para siswa berhamburan untuk berteduh. Sebagian besar siswa berteduh di aula terbuka itu.
“Saat angin datang, sudah ada tanda-tanda bila aula itu akan ambruk. Pak Manto sudah berteriak minta anak-anak meninggalkan aula. Tapi karena hujan dan angin, teriakan dia tidak terdengar jelas oleh para siswa. Tak lama kemudian, aula ambruk,” papar Kepala SMKN 1 Miri, Sarno, saat ditemui wartawan di lokasi.
Baca Juga : BREAKING NEWS : Siswa SMKN Pleret Meninggal Usai Tonton Laga Bola
Ambruknya aula itu sontak membuat para siswa dan guru geger. Mereka lantas berhamburan menuju aula yang sudah rata dengan tanah untuk menyelamatkan teman-temannya. Sembilan siswa dilarikan ke RS Assalam Gemolong, empat siswa dirawat ke RSU Yakssi Gemolong, satu siswa di RSUD dr. Soeratno, lima siswa dilarikan ke RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan tiga siswa dilarikan ke RS Karima Utama Kartasura. Tiga siswa yang mengalami patah tulang harus menjalani operasi di RS Karima Utama. Mereka adalah Bayu Samudra, Alfian Yudianto dan Bagas Dwi.
Baca juga:
Hingga pukul 19.00 WIB, sebagian siswa sudah bisa pulang dari RS. Kebanyakan mereka hanya mengalami luka lecet dan trauma. Sebagian lagi masih menjalani perawatan di rumah sakit.
“Kejadiannya begitu cepat. Saat hujan, kami langsung berteduh. Tiba-tiba atap aula ambruk,” kata Bagas Arya Putra, salah seorang siswa yang dirawat di RS Assalam Gemolong.
Selain 22 siswa, seorang guru bernama Manto juga mengalami luka lecet. Namun, dia masih bisa membantu proses evakuasi siswa yang tertimbun atap bangunan aula. Bangunan aula terbuka itu berukuran 12 meter x 24 meter. Sebagian besar struktur bangunan terbuat dari bahan kayu.
“Bangunan dibangun pada 2015. Semuanya terbuat dari bahan kayu tanpa dinding. Pada Kamis besok [hari ini] aula itu rencananya mau dipakai untuk sosialisasi program pajak kepada siswa. Karena sudah ambruk ya nanti akan dipindah ke lokasi lain. Untuk siswa lain besok tetap bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar seperti biasa,” papar Sarno.
Hingga Rabu petang, lokasi ambruknya aula SMKN 1 Miri itu masih dipadati warga. Wakil Bupati Sragen, Dedy Endriyatno, turut meninjau lokasi ambruknya aula sekolah itu bersama jajaran Polsek Miri.
“Tidak ada korban jiwa. Ini masih proses penanganan, kami belum tahu apakah ini murni karena faktor alam yaitu saking kencangnya angin, faktor bangunan atau apa, masih diselidiki,” ujar Dedy.
Selain bangunan aula terbuka SMKN 1 Miri yang roboh, bangunan rumah-rumah warga di wilayah itu juga terdampak angin puting beliung. Angin kencang juga merobohkan sebagian dari bangunan resto arena waterboom di Gemolong. Beruntung ambruknya resto itu tidak memakan korban.
Kapolsek Miri, AKP Marsidi, menilai ambruknya aula terbuka SMKN 1 Miri itu murni karena faktor tiupan angin puting beliung. Menurutnya, bentuk bangunan aula tanpa dinding beton membuatnya mudah terangkat oleh angin yang bertiup kencang.
“Saya pikir bukan karena kondisinya kurang layak, tetapi memang tiupan anginnya yang terlalu kencang. Apalagi dampak angin puting beliung itu juga dirasakan di wilayah Gemolong,” papar Marsidi.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen, Sugeng Priyono, belum bisa memastikan total kerugian akibat angin puting beliung yang menerjang wilayah Gemolong dan Miri. Dia memastikan tidak ada korban selain 22 siswa SMKN 1 Miri. “Fokus kami masih ke penanganan korban. Total kerugian belum kami data,” ujarnya.
Sementara dilansir Antara, fenomena angin kencang mulai terjadi di beberapa bagian Indonesia, seperti di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah baru-baru ini yang disebabkan tekanan udara dan topografi lokal, kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati.
“Itu karena kondisi lokal setempat yang dipengaruhi oleh tekanan udara secara lokal dan juga dipengaruhi oleh kondisi topografi di sekitar itu. Meski topografi rata tapi di sekitar banyak tegakan-tegakan misalnya pohon dan bangunan. Itu juga mempengaruhi arah angin,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Kamis.
Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu, terdapat beberapa tanda yang bisa diwaspadai masyarakat untuk mengantisipasi kejadian angin kencang. Salah satu tandanya adalah awan yang bertumpuk-tumpuk yang dia andaikan seperti bunga kol atau belalai.
Bila itu muncul saat langit cerah maka itu merupakan gejala awal dan jika berangsur menggelap maka fenomena angin kencang akan terjadi tidak lama lagi, katanya.
Untuk menghadapi hal tersebut, Kepala BMKG meminta agar masyarakat mewaspadai kondisi-kondisi awan di sekitar dan mengantisipasi dengan langkah praktis seperti memangkas pohon yang dahannya sudah rapuh.
Sumber : Solopos & Antara
Comments