STARJOGJA.COM, Info – Pengangkutan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) dari berbagai rumah sakit di DIY ke Jawa Barat menimbulkan banyak kekhawatiran tidak tersampaikannya sampah medis tersebut ke lokasi pemusnahan. Sejumlah pihak mengharapkan agar DIY diberi kewenangan untuk mengolah limbah padat medis, namun hingga saat ini masih terbentur aturan.
Penasehat Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) DIY Yohanes Indahyanto menjelaskan hingga saat ini rumah sakit hanya bermodal kepercayaan dengan biro jasa angkutan limbah padat yang dibawa ke lokasi pemusnahan di Jawa Barat.
Pihak rumah sakit sudah bekerja sama dengan perusahaan yang sudah memiliki izin untuk mengolah limbah tersebut sesuai ketentuan perundangan. Namun hingga saat ini belum bisa memastikan terkait kemungkinan limbah tersebut benar-benar diangkut ke lokasi pemusnahan atau tidak.
“Kami tidak bisa mengontrol itu yang jadi masalah, maka pernah ada kasus ada limbah rumah sakit dibuang ke sungai [bukan di DIY], apakah limbah itu sudah betul-betul dimusnahkan kan tidak bisa mengontrol,” terangnya kepada Harianjogja.com, baru-baru ini.
Baca Juga : 7 Rumah Sakit Mendapat Penghargaan Tata Kelola Limbah Medis
Selain itu rumah sakit di DIY tidak lagi memiliki posisi tawar terhadap harga yang ditetapkan oleh rekanan pengangkut limbah padat. Mau tidak mau, rumah sakit akan membayar berapapun yang diminta karena sudah menjadi ketetapan yang harus dilakukan untuk membuang limbah sesuai aturan. Persoalan ini yang membuat harga pemusnahan limbah padat medis tergolong mahal.
“Kami enggak bisa bargain, misal ditetapkan satu kilo sekian [rupiah], kemudian tidak bisa ditawar itu yang menyebabkan kalau dihitung memang mahal. Lumayan menumpuk juga [limbah padat medis] ini, tidak bisa terangkut semua, kadang hanya beberapa kilogram saja atau mungkin rumah sakit hanya mampu membayarkan berapa jadi menyesuaikan jumlah yang diangkut,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan perlunya ada pemusnahan limbah medis di DIY. Namun memang tidak mudah apalagi syarat dari pemerintah pusat sangat banyak. Cara lain sebaiknya rumah sakit diberikan kewenangan untuk mengoperasikan incinerator untuk pengolahan limbah.
Selain itu, bisa dilakukan dengan pengolahan limbah dilakukan oleh rumah sakit besar kemudian rumah sakit kecil lainnya bisa ikut bergabung.
“Kalau aturannya diubah mungkin boleh [membuat pengolahan limbah sendiri],” ujarnya.
Anggota DPRD DIY Yazid mengatakan pentingnya DIY memiliki pengolahan limbah padat medis sendiri sehingga bisa dipastikan, limbah tersebut dimusnahkan. Pembentukan badan usaha menjadi salah satu alternative dengan tidak hanya mengedepankan keuntungan semata, namun lebih pada upaya penanganan masalah lingkungan.
“Ini bukan masalah sepele, ini masalah serius, kalau misal memungkinkan membuat badan usaha [pengolahan limbah] kenapa tidak, toh di DIY rumah sakit luar biasa [banyak], saya kira orientasinya tidak sekedar profit tetapi lebih pada masalah lingkungan hidup,” katanya.
Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY Agus Setianto mengatakan rencana pembuatan pengolahan limbah padat medis ini sempat diwacanakan di kawasan berdampingan dengan TPST Piyungan, namun syaratnya sangat banyak termasuk harus jauh dari pemukiman, sehingga Pemda DIY masih berfikir ulang.
Selain itu, seluruh rumah sakit sudah bekerja sama dengan perusahaan pemegang izin untuk pemusnahan limbah atau rekanan yang bisa mengurus. “Saat ini setiap rumah sakit sudah punya langganan dengan perusahaan pemusnahan limbah,” katanya.
Comments