STARJOGJA.COM, HEALTH – Studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Social Science Research Network tersebut menunjukkan bahwa Virus Corona Takut Musim Panas dan Dingin. virus Corona tidak menyebar secara maksimal di daerah yang lebih hangat dan lebih dingin.
Dilansir dari livescience.com, Qasim Bukhari dan Yusuf Jameel dari Massachusetts Institute of Technology menganalisa kasus global penyakit yang disebabkan oleh Covid-19, dan menemukan bahwa 90 persen infeksi terjadi di daerah yang berada di antara 37,4 dan 62,6 derajat fahrenheit.
Di negara-negara dengan suhu rata-rata lebih besar dari 64,4 F (18 C) dan kelembaban absolut lebih besar dari 9 g /m3, jumlah kasus Covid-19 kurang dari 6 persen dari kasus global.
“Bahwa penularan virus 2019-nCoV mungkin kurang efisien dalam iklim lembab yang hangat sejauh ini,” catat para penulis dalam livescience.com pada Selasa (24/3/2020).
Peneliti menambahkan bahwa kelembaban mungkin berperan penting terhadap kurang efisiennya penularan Covid19 mengingat sebagian besar transmisi virus ini terjadi di daerah-daerah yang relatif kurang lembab.
Meskipun begitu, mereka menuturkan tidak berarti pembatasan kegiatan sosial atau jarak fisik tidak lagi berarti ketika memasuki musim panas.
Mereka menuliskan efek kelembaban pada penyebaran COVID-19 tidak akan berpengaruh di sebagian besar Amerika Utara dan Eropa setidaknya sampai Juni tahun ini. menurutnya, tingkat kelembaban mulai meningkat melampaui 9g/m3 pada bulan ke enam tahun ini.
“Jadi implikasinya akan terbatas setidaknya untuk negara-negara Eropa utara dan AS utara, yang tidak mengalami suhu hangat hingga Juli, dan itu juga untuk jangka waktu yang sangat singkat,” tulis para penulis.
“Jadi kemungkinan mengurangi penyebaran Covid-19 karena faktor-faktor lingkungan ini akan terbatas di wilayah ini,” tambah mereka.
Sementara itu Dr. William Schaffner, Spesialis Penyakit Menular Vanderbilt University, Tennessee, mengungkapkan penyebaran beberapa virus pernapasan, seperti flu, akan berkurang dalam kelembaban tinggi dan suhu tinggi.
Menurutnya, tidak jelas alasan suhu dan kelembaban mempengaruhi virus flu atau virus musiman lainnya, tetapi kondisi itu karena beberapa virus di bagian belakang tenggorokan akan terdorong ke udara ketika seseorang menghembuskan nafasnya.
Bola kelembaban cenderung menguap ketika kelembaban rendah di musim dingin. Kondisi ini berarti virus dapat terbang di udara untuk jangka yang lebih lama karena gravitasi tidak akan menariknya ke tanah.
Sementara pada musim panas, tetesan atau droplet di sekitar tidak akan menguap ketika individu mengeluarkan partikel virus. Hal ini berarti akan lebih berat dan gravitasi akan menariknya keluar dari udara jauh lebih mudah.
Dengan kata lain, “Itu tidak melayan selama di musim dingin,” katanya. Kondisi ini membuatnya lebih kecil untuk menginfeksi orang yang berada di dekat individu tersebut.
Comments