STARJOGJA.COM, Info – Aplikasi pelacakan wabah Covid-19 yang diluncurkan Perdana Menteri India Narendra Modi mencatatkan jumlah pengguna hingga 50 juta, meski dikritisi melanggar privasi penggunanya.
Aplikasi yang dinamai Aarogya Setu ini memberikan peringatan kepada pengguna jika mereka melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19 dan memberitahukan fasilitas kesehatan terdekat.
Cuitan Amitabh Kant, Chief Executive Officer sebuah lembaga riset pemerintah Niti Aayog, di akun twitter miliknya, menyebutkan bahwa aplikasi ini mendulang jumlah pengguna dalam waktu yang singkat.
“Telepon membutuhkan 75 tahun untuk mencapai 50 juta pengguna, radio 38 tahun, televisi 13 tahun, internet 4 tahun, Facebook 19 bulan, Pokemon Go 19 hari. #Aarogya Setu, aplikasi untuk memerangi Covis-19 hanya butuh 13 hari untuk mencapai 50 juta pengguna,” katanya, dilansir Bloomberg, Kamis (16/4/2020).
Baca Juga : Inget ASN, Solo Zona Merah Corona Dilarang Mudik
India bukan satu-satunya negara yang memiliki aplikasi untuk melacak penyebaran virus corona. Singapura memiliki aplikasi yang dinamai TraceTogether. aplikasi yang didukung oleh Apple Inc. dan Google akan memberi informasi kepada penggunanya untuk melakukan isolasi setelah melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19.
“Teknologi digital dapat digunakan untuk memonitor penyebaran Covid-19. Inisiatif yang dilakukan secara sukarela ini telah sukses untuk meredam penyebaran pandemi virus corona di Asia Timur,” tegas Bank Dunia dalam laporannya mengenai South Asia Economic Focus.
Namun, berdasarkan analisis Internet Freedom Foundation, Aarogya Setu tidak bisa disamakan dengan Trace Together.
Pasalnya, Singapura menjamin aplikasi pelacakan itu hanya digunakan untuk keperluan pengendalian wabah Covid-19 dan tidak bisa digunakan untuk memaksa lockdown atau karantina. Sebaliknya, aplikasi buatan India ini bisa digunakan untuk keperluan selain kesehatan.
Aplikasi pelacakan lain hanya mengumpulkan data satu poin yang bisa digantikan dengan piranti pengenal lainnya, sedangkan Aarogya Setu mengumpulkan beberapa titik data secara personal dan informasi personal yang sensitif sehingga rawan pelanggaran privasi.
“Aplikasi ini tidak konsisten dengan upaya melindungi data pribadi. Ada kebutuhan untuk mempercepat langkah dalam meningkatkan desain dan memperbaiki pengembangannya supaya tidak melanggar kebijakan perlindungan data pribadi,” jelas Sidharth Deb, analis Internet Freedom Foundation.
Comments