STARJOGJA.COM, Info – International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyoroti adanya tren peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi selama masa pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Di Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat Covid-19, dengan tingkat kematian (Case Fatality Rate/CFR) mencapai 8,7%.
Hingga Jumat (17/4) tercatat 5.923 kasus terinfeksi dengan 520 orang meninggal dan 607 orang lainnya dinyatakan sembuh. Pemerintah telah mengupayakan pencegahan penyebaran Covid-19 melalui kebijakan pembatasan sosial dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah diterapkan di 11 wilayah di Indonesia.
Baca Juga : WNI Mantan ISIS Didominasi Perempuan dan Anak
Tak hanya itu, pandemi Covid-19 ini juga menyoroti dan memperbesar ketidaksetaraan serta berbagai bentuk diskriminasi yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan.
Ketua Dewan Pengurus INFID dan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari mengatakan pandemi ini telah bergerak melampaui krisis kesehatan global dan telah berubah menjadi krisis pasar tenaga kerja, krisis sosial dan ekonomi, yang menimbulkan ancaman serius terhadap pekerjaan dan mata pencaharian perempuan, terutama di sektor informal dan non-esensial.
Fakta mengerikan yang harus dihadapi pada masa karantina mandiri saat ini adalah adanya tren peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi secara global dan domestik.
Dian menambahkan bahwa masa isolasi mandiri sangat berpotensi menciptakan peluang konflik dalam rumah tangga. Pada kondisi normal, kegiatan keluarga lebih banyak dilakukan di luar rumah, sehingga memperkecil tingkat interaksi dan konflik dalam rumah tangga.
“Asesmen yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia [KPI] di 111 komunitas menemukan, adanya 86 kasus kekerasan yang terjadi. Menurutnya, jumlah ini bisa jauh lebih besar karena fenomena kekerasan dalam rumah tangga seperti gunung es yang hanya tampak kecil di permukaan,” katanya melalui siaran pers, Sabtu (18/4/2020).
Dian menyampaikan bahwa kasus kekerasan yang dialami perempuan saat ini sangat beragam mulai dari kekerasan fisik, psikis dan seksual. Salah satu kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga di masa pandemi ini adalah percobaan perkosaan saat berlangsung penyemprotan desinfektan.
Perempuan kepala keluarga sudah seharusnya mendapat perhatian lebih di masa pembatasan sosial. “Usaha promotif dengan memaknai pembatasan sosial sebagai hal yang positif, usaha preventif, responsif dan rehabilitatif menjadi penting dalam memperbaiki keadaan”, tuturnya.
Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan, sebelum terjadi pandemi, sepanjang 2019 terdapat 75,4% atau 11.105 kasus kekerasan di ranah privat dari jumlah total 14.719 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Lebih lanjut Siti menyatakan, pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah telah berimbas pada terbatasnya layanan seperti penutupan Rumah Singgah maupun Rumah Aman, yang menyebabkan korban tidak tahu harus berlindung ke mana.
Selama masa pandemi, pendampingan terhadap korban kekerasan terus dilakukan oleh Komnas Perempuan secara online. Laporan kekerasan terhadap perempuan akan ditindaklanjuti berdasarkan kebutuhan korban.
Jika terkait dengan penanganan kasus litigasi, Komnas Perempuan akan memberi rujukan ke LBH APIK dan jika korban membutuhkan pemulihan psikologis maka akan dirujuk ke Yayasan Pulih.
Siti juga meminta pemerintah untuk tetap memastikan akses layanan inklusif dalam pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan.
“Penyebaran informasi berperspektif gender juga diperlukan untuk memastikan adanya pembagian kerja setara antara laki-laki dan perempuan di ranah domestik, khususnya selama masa pembatasan sosial,” katanya’
Sumber : Bisnis
Comments