STARJOGJA,COM, Info – Mantan Menteri Kesehatan yang mendekam di penjara, Siti Fadilah Supari aktif bersuara terkait dengan virus corona (Covid-19) salah satunya mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun Mantan Menkes ini juga menyebut adanya teori konspirasi Bill Gates dengan adanya virus Corona di dunia saat ini.
Komentar Siti Fadilah sempat disoal. Pasalnya, dari penjara wanita Pondok Bambu dia masih bisa berkomunikasi. Namun, kemudian diklarifikasi oleh pihak pengacaranya bahwa komentar tersebut dititipkan kepada orang yang berkunjung ke rutan.
Rupanya, Siti Fadilah mengirimkan komentar melalui koleganya yang berada di Dewan Kesehatan Rakyat (DKR). Siti dalam lembaga tersebut masih berstatus sebagai ketua umum. Kemudian, komentarnya tersebut didistribusikan penggurus DKR ke publik.
Baca Juga : Surat Terbuka Dokter Direspons Cepat oleh Jokowi |
---|
Bisnis beberapa kali mendapatkan kiriman tersebut. Pertama kali Siti Fadilah bersuara soal corona pada 11 Februari 2020. Saat itu, sejumlah negara di kawasan sedang heboh mengenai penularan wabah tersebut.
Namun, Indonesia belum menemukan kasus positif di dalam negeri. Bahkan, sejumlah negara mengkritik bahwa Indonesia tidak mampu mendeteksi virus corona. Apalagi sejumlah stimulus diberikan untuk mengundang wisatawan datang ke Indonesia.
Dari rutan Pondok Bambu, Siti Fadilah pun bersuara. Dia meyakini bahwa ahli di Indonesia bisa mendetesi virus corona. Dia meyakini banyak ahli virus di Kementerian Kesehatan, seperti Prof. Sangkot Marzuki, ada Prof. David Mulyono, dan Prof. Nidom yang mampu mendeteksi virus.
“Tuduhan itu tidak benar. Saya yakin Indonesia mampu mendeteksi virus corona. Karena Indonesia memiliki banyak ahli yang mampu,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, 11 Februari 2020. Siaran pers itu sendiri dibuat setelah penggurus DKR berkunjung ke rutan Pondok Bambu 10 Februari 2020.
Dia pun menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu khawatir dengan pernyataan WHO mengenai kondisi fasilitas kesehatan di Indonesia. “Masak karena tidak melapor [WHO], mereka bisa menyimpulkan kita tidak mampu. Yang bener saja,” ujarnya.
Namun, satu sisi Siti Fadilah sependapat dengan pernyataan WHO mengenai Global Health Emergency. Dia menyarankan agar Indonesia mencabut semua travel ban terhadap China dan kemanapun. Pernyataan WHO itu sendiri belakangan banyak dikritik, termasuk Presiden AS Donald Trump.
Selanjutnya, pada 6 Maret 2020, empat hari setelah diumumkan kasus positif (2 Maret 2020), Siti Fadilah mengimbau masyarakat mengaktifkan Desa Siaga. Desa Siaga ini dipakai Siti Fadilah menghadapi wabah flu burung dan penanganan gizi buruk pada 2006-2009.
Sebulan berikutnya, 2 April 2020, Siti Fadilah kembali bersuara. Dia mendukung dilakukan disiplinkan physical distancing, dan melakukan screening massal. “Izin kan saya remainding, yang sangat penting untuk memotong penularan virus corona. Pertama adalah physical distancing didisiplinkan,” tegasnya.
Dia tidak mendukung diberlakukan lockdown, karena akan membawa persoalan baru yang lebih berat pada masyarakat dan pemerintah sendiri. “Enggak perlu lockdown. Yang dibutuhkan adalah kerja sama antara pemerintah dan rakyat. Masing-masing tahu perannya.”
Menurutnya, pemerintah perlu segera melakukan screening massal secara serentak agar bisa memisahkan yang sehat dengan yang sakit dengan segera. “Gunakan rapid test yang valid, sensitivitas maupun spesificitas tinggi yaitu yang memeriksa langsung keberadaan virus di tenggorokan dan hidung,” tegasnya.
Petugas medis melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19 kepada pengemudi angkutan umum di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
VAKSIN BILL GATES
Pada 19 April 2020, Siti Fadilah bersuara keras mengenai vaksin Bill Gates. Dia curiga dengan vaksin corona yang disiapkan Bill Gates mencapai 7 milliar. Bahkan, sudah mulai diuji coba. Dia meminta Indonesia menolak vaksin itu.
Dia lebih khawatir untuk mencapai obsesinya, Bill Gates telah menjalin hubungan dengan pemerintah negara seluruh dunia, termasuk Indonesia agar vaksinnya menjadi program resmi pemerintah.
“Maka bersama ini saya sampaikan kewaspadaan terhadap hal tersebut. Untuk menghadapi wabah corona di Indonesia, sebaiknya pemerintah tidak menggunakan vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi yang berkaitan dengan Bill Gates,” tegasnya.
Pertanyaan kritis yang dia sampaikan terkait vaksin Bill Gates, pertama, kapan Bill Gates mulai membuat vaksin? Pasalnya pembuatan vaksin memerlukan waktu yang tidak sebentar.
“Kalau Bill Gates sudah siap dengan vaksin corona sekarang kapan dia punya seed virus nya? Apa sebelum pandemik corona? Apalagi pada tahun 2015 dia telah mengumumkan akan ada pandemik besar di 2020,” terangnya.
Kedua, seed virus corona dari strain negara mana yang digunakan oleh Bill Gates Cs untuk membuat vaksin? Apalagi, sambungnya, menurut para ahli di dunia virus corona sampai sekarang masih terus berubah-ubah.
“Bermutasi terus dan kabarnya sekarang menjadi tiga clade, bahkan ada yang mengatakan telah menjadi enam clade. Maka seed virus yang mana yang dijadikan vaksin oleh Bill Gates? Sampai sekarang tidak jelas.”
Ketiga, vaksin Bill Gates akan dipasang microchip. Konon digunakan untuk memantau orang yang diberi vaksin tersebut. Menurutnya, tidak bisa diketahui dampak negatif dari microchip tersebut terhadap tubuh manusia dalam jangka panjang.
“Apa betul microchip itu hanya untuk tanda seperti yang dia katakan? Tidak ada bukti sama sekali. Kita wajib waspada karena Bill Gates mempunyai proyek ambisius yaitu depopulasi demi mengatur populasi sedunia,” tegasnya.
Empat, pertanyaan yang menggelitik muncul, apabila Bill Gates sudah mulai membuat vaksin saat ini apakah dia telah memiliki virus corona sebelum pandemi terjadi? Maka tidak heran bila beberapa peneliti dunia mengatakan bahwa pandemi corona saat ini tidak natural.
“Menurut saya Indonesia saat ini tidak perlu vaksin Corona karena virusnya sangat labil. Dan kita tidak punya data yang valid mana orang yang positif corona dan negatif,” tambahnya.
Pendiri Microsoft, Bill Gates, menunjuk sebuah toples berisi kotoran manusia saat berpidatonya di Reinvented Toilet Expo yang menampilkan teknologi sanitasi di Beijing./Reuters
Sebelumnya, dikabarkan sebuah vaksin anti-corona akan diuji coba secara klinis setelah mendapat restu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Vaksin itu diajukan oleh perusahaan bio teknologi yang berbasis di Pennsylvania, AS bernama Inovio Pharmaceuticals.
Pengembangan vaksin ini, turut disokong oleh pendiri Microsoft, Bill Gates, beserta sang istri, Melinda Gates melalui yayasan Bill and Melinda Gates Foundation. Sambil melakukan vaksinasi Bill Gates akan memasang microchip ke dalam tubuh orang yang divaksinasi.
Hari ini, Bill Gates mengumumkan akan mendanai produksi tujuh gagasan yang paling menjanjikan untuk menelurkan vaksin virus corona. Vaksin yang didanainya disebut-sebut siap produksi dalam 12 bulan.
“Jika semuanya berjalan dengan sempurna, kami akan berada dalam skala produksi dalam satu tahun. Tapi juga bisa selama dua tahun,” ujar Gates kepada CNN, seperti dilansir melalui Bloomberg.
TEORI KONSPIRASI FLU BURUNG & NAMRU-2
Rekam jejak Siti Fadilah Supari cukup lekat dengan teori konspirasi. Hal tersebut tercatat pada silang sengkarut soal penanganan virus dan vaksin flu burung. Pada 2005 flu burung menjadi masalah kesehatan serius seluruh dunia, dan Indonesia.
Seperti dikutip Wikipedia, Indonesia terkena dampak cukup terparah dengan 141 kasus dan 115 yang terkena meninggal dunia. Siti Fadilah semula patuh pada peraturan WHO, dan mengikuti seluruh aturannya.
Salah satunya rajin mengirimkan spesimen flu burung ke laboratorium yang ditunjuk WHO. Setelah diketahui strain virusnya, salah satu purwarupa vaksinnya dikembangkan oleh perusahaan Australia CSL.
Namun, pengembangan vaksin tersebut vaksinnya hanya akan tersedia untuk warga negara Australia. Siti Fadilah pun protes, dan menghentikan kiriman contoh virus flu burung dari Indonesia ke seluruh dunia pada 2007.
Ilustrasi – Flu burung/abcnews.go.com
Pada tahun yang sama, Siti mengumumkan bahwa Indonesia tidak akan lagi menyerahkan virus flu burung kepada WHO. Menurutnya, sistem WHO tidak memperhatikan kebutuhan dan kepentingan negara berkembang.
Contohnya, sampel virus diberikan kepada negara maju, tetapi vaksin tidak didistribusikan ke negara berkembang. Negara kaya sibuk menimbun vaksin untuk berjaga-jaga saat wabah melanda. Hal tersebut ditulis oleh Siti Fadilah dalam buku berjudul It’s Time For The World To Change.
Aksi protes itu membuat WHO melakukan negosiasi dan mengubah aturan. Tuntuan yang diajukan Siti Fadilah adalah perpindahan virus yang adil dan transparan serta indikator eskalasi peringatan pandemik oleh WHO yang dinilai lemah.
Pada awal menjabat, yakni 2005 menjadi Menkes Siti Fadilah memprotes soal keberadaan instalasi militer Amerika Serikat Namru-2 (Naval Medical Research Unit Two). Laboratorium penyakit menular ini berada di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat.
NAMRU-2 dinilai laboratorium eksklusif dengan staf yang memiliki kekebalan diplomatik. Lagi-lagi laboratorium ini tidak berbagi informasi mengenai penelitian tersebut. Bahkan, Siti Fadilah menuding laboratorium milik TNI AL AS itu memproduksi senjata pemusnah massal.
Pada April 2008 sempat muncul isu penutupan NAMRU-2. Namun, hal tersebut kandas, karena ada penolakan dari pihak AS. Siti Fadilah kemudian memboikot pengiriman spesimen semua virus dari Kemenkes. Akhirnya, pada Juni 2010 NAMRU-2 baru ditutup dan direlokasi ke kawasan Pasifik.
Selama bersengketa dengan lembaga dunia tersebut, Siti juga berhadapan dengan kasus kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) pada 2005 di Kementerian Kesehatan. Kasus itu sendiri, dia yakini–sampai sekarang–muncul karena dirinya mengusik korporasi dunia produsen vaksin.
Siti sendiri divonis bersalah pada 2017, karena menyalahgunakan kewenangan dalam proyek alkes dengan menunjuk langsung PT Indofarma Global Medika Tbk. Berikutnya, kerugian ini keuntungan PT Mitra Medidua yang merupakan suplier alkes PT Indofarma. Dia diganjar 4 tahun penjara.
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari (tengah) menjawab pertanyaan wartawan sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6)./Antara-Hafidz Mubarak A
SURAT PADA JOKOWI
Pada hari ini, Siti Fadilah Supari menyampaikan surat terbuka kepada Jokowi mengenai penanganan virus corona. Dalam surat itu dia meminta Jokowi melakukan screening secara masal pada zona merah.
Menurutnya, screening lebih baik lagi diterapkan secara skala besar, tetapi biaya yang besar screening diterapkan pada zona merah saja.
Selain itu, Siti Fadilah menyarankan agar pemerintah membuat reagen sendiri daripada melakukan mengimpor.
Dia berpendapat, dengan sampel yang ada di dalam negeri, tingkat akurasi reagen apabila dibuat sendiri mampu mendeteksi virus corona lebih bagus dibandingkan dengan mengimpor produk tersebut.
“Primer atau reagen pada PCR untuk mendeteksi virus sebaiknya menggunakan primer atau reagen yang kita buat sendiri berasal dari virus Corona strain Indonesia, agar deteksinya lebih valid, ketimbang pakai yang dari luar yang belum tentu cocok dengan virus yang ditemukan di Indonesia. BPPT telah mulai melakukan ini.”
Hari ini, BPPT menyebutkan bahwa dalam waktu dekat Indonesia dapat memproduksi sendiri alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) secara mandiri melalui PT Biofarma (Persero).
PCR merupakan alat tes yang diklaim paling valid untuk menentukan apakah seseorang positif terinveksi virus corona atau tidak.
Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Soni Solistia Wirawan, mengatakan PCR ini dinilai lebih tervalidasi lantaran langsung menggunakan sample darah orang Indonesia, bukan orang luar.
Menurutnya, dengan menggunakan sample Covid-19 orang Indonesia, maka sensitivitas alat tersebut dalam mendeteksi keberadaan virus penyebab Covid-19 di tubuh manusia Indonesia menjadi lebih tinggi dibanding alat tes lain yang diproduksi dari luar negeri.
“Punya kita ini kan dites oleh sample Covid-19 yang positif orang Indonesia. PCR kit itu banyak, yang nawarin dari luar banyak. Namun, mungkin mereka PCR kit nya lebih cocok untuk kasus Covid yang ada di tempat mereka. Misalnya di China, mereka coba sample positif Covid di China, kalau di Indonesia belum tentu cocok,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (27/4/2020).
Sumber : Bisnis
Comments