STARJOGJA.COM, Info – Biocon Ltd mengumumkan anak perusahaannya, Biocon Biologics, menerima lisensi dari Pengawas Umum Obat India (DCGI) untuk menggunakan alat pemurni darah ekstrakorporeal (epidural blood patch/EBP), CytoSorb, pada pasien virus corona.
Alat ini berfungsi untuk mengurangi kadar sitokin pro-inflamasi yang memicu peradangan pada pasien Covid-19.
Dilansir dari Times of India pada Kamis (28/5/2020), penelitian menunjukkan pasien Covid-19 yang mengalami komplikasi serius mengalami ‘badai sitokin,’ juga dikenal sebagai Cytokine Release Syndrome (CRS), yang mengarah pada peradangan berlebihan, kegagalan organ, dan kematian.
Adapun sitokin adalah protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi dan penting dalam penanda sinyal sel.
Tujuan terapi CytoSorb yakni untuk mengurangi badai sitokin dan respons inflamasi mematikan melalui pemurnian darah sehingga cedera ini dapat dikurangi atau dicegah.
Biocon Biologics telah menerima persetujuan dari DCGI dalam formulir MD-15 (alat kesehatan) untuk mengurangi kadar sitokin pro-inflamasi untuk mengendalikan ‘badai sitokin’ dan memberi manfaat pada pasien Covid-19 yang berada dalam kondisi kritis.
CytoSorb rencananya digunakan untuk pasien yang dirawat intensif di ICU dengan kegagalan pernafasan, terutama bagi yang berusia 18 tahun atau lebih.
Lisensi penggunaan alat ini berlaku hingga pengendalian wabah Covid-19 di India berhasil dilakukan.
Kiran Mazumdar-Shaw, Direktur Eksekutif Biocon, mengatakan sebagai perusahaan farmasi, Biocon ingin memberikan solusi inovatif kepada pasien.
“CytoSorb adalah perangkat unik berlisensi yang mengurangi badai sitokin pada penyakit kritis. pasien, dan diperkenalkan oleh Biocon di India pada 2013,” tuturnya.
Sejak diluncurkan, banyak pasien yang menjalani transplantasi organ dan perawatan sepsis mendapatkan manfaat menggunakan CytoSorb. Oleh karena itu, Kiran berharap CytoSorb juga dapat membantu para petugas medis untuk menangani pasien virus corona.
“Dengan lebih dari 80.000 infeksi corona yang terdokumentasi dan lebih dari 4.000 kematian, India memerlukan terapi baru untuk mengurangi keparahan penyakit ini,” ujarnya.
Sumber : Bisnis
Comments