STARJOGJA.COM, Info – Pemerintah telah menetapkan tarif fasilitas pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi dengan besaran tidak boleh lebih dari Rp150 ribu. Intan Nur Rahmawati Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia mengatakan sebelum keputusan pemerintah itu muncul timnya sudah mengupayakan agar harga tarif rapid test tidak mahal.
“Beberapa teman yang menggunakan jalur udara itu tarifnya (rapid tes) ada Rp300 ribu, Rp400 ribu sampai Rp2 juta. Bagaimana nanti kalau setiap hari,” kata Intan kepada Starjogja.com Senin (13/7/2020).
Intan mengatakan harga yang beredar di rumah sakit terlampau tinggi untuk sebagian masyarakat. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang ekonominya baru mulai tumbuh lagi.
Baca juga : Canggih, Alat Rapid Test Buatan UGM dan UNAIR Hanya Butuh 15 Untuk Deteksi Covid-19
“Beberapa kolega menawarkan untuk bisa menjual alat rapid dengan harga murah. Namun, untuk sampai ke pasar rumah sakit umumnya sudah ada jaringan sendiri, suplier tersendiri,” katanya
Intan mengatakan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia kemudian membuat aksi dengan membuat surat yang ditujukan kepada presiden dan lembaga terkait di pemerintahan.
“Aksi kita bikin surat ke presiden itu sebelum pengumuman pembatasan tarif rapid itu, kita cc Dinas Kesehatan dan YLKI juga dll. Kita tim advokasi bahkan tiap hari bikin aksi dengan surat itu karena punya nama maka langsung didengar makanya muncul pembatasan itu,” katanya.
Ia bersama dengan timnya memang mengupayakan agar pemerintah ikut turut campur tarif tes rapid. Sesuai dengan UU Kesehatan dan Konsumen bahwa pelaku usaha tidak boleh memanfaatkan situasi dalam hal pemenuhan kesehatan,” katanya.
Intan mengaku tahu harga alat tes rapid yang salah satuya beredar di Indonesia. Bahkan ia sempat diminta untuk menawarkan alat tersebut ke rumah sakit.
“Misal, kalau saya jualan ya untungnya bisa sampai 200 persen minimal karena saya tahu (harganya) karena dari luar negeri, itu hanya alatnya,” katanya.
Intan mengatakan harga atau tarif tes rapid yang beredar di masyarakat sebelumnya bervariasi. Namun setelah ada aturan tersebut beberapa mulai menyesuaikan.
“Kalau masuk rumah sakit mungkin kena biaya lain lain seperti dokter kalau saya kan hanya alatnya. Saya mau nawarin ke RS itu ternyata sudah punya jaringan sendiri mereka dan ga tau dari mana, dengan harga yang lebih dari harga yang saya tawarkan,” katanya.
Comments