STARJOGJA.COM, Info – Indonesia berhutang banyak saat masa pendemi Covid-19 sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani harus menghadapi ‘nyinyiran soal utang’ itu. Sri Mulyani pun memiliki jawaban sendiri atas nyinyiran utang itu.
Menurutnya, dampak pandemi sangat menekan APBN karena penerimaan yang jatuh. Di tengah kondisi pandemi, pemerintah berusaha untuk membantu masyarakat yang terdampak.
Oleh sebab itu, APBN mengalami defisit yang dalam. Seperti diketahui, pemerintah melalui Perppu No.1 Tahun 2020, yang telah disahkan sebagai Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020, menaikkan batas defisit hingga 6,34 persen terhadap PDB atau setara dengan Rp 1.039,2 triliun.
Baca Juga : Santri Pondok Pesantren Positif Covid-19 di Bantul Dikarantina
Dengan defisit ini, tentu pemerintah harus menambal – salah satunya- dengan utang.
“Makanya ada saja orang yang nyinyir ke saya itu soal utang-utang. Ya tidak apa-apa, wong itu utang untuk menyelamatkan jiwa seluruh masyarakat di Republik Indonesia,” kata Sri Mulyani, dalam webinar, Senin (3/11/2020).
Menurutnya, pemerintah berupaya untuk mengenjot permintaan dan pasokan barang di masyarakat agar pertumbuhan ekonomi kembali bangkit. Saat ini, akibat pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia melorot hampir 10 persen dari kondisi normal sebelum Covid-19.
“Bayangkan, dari yang kita biasanya 5 persen tumbuh, kuartal I sudah turun di 2,97 persen, lalu kuartal II negatif 5,3 persen. Berarti ini sudah 10 persen jatuhnya kan?” ungkap Sri Mulyani.
Dengan APBN, pemerintah memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang pendapatannya hilang. Tidak hanya masyarakat, dunia usaha juga harus ditopang. Banyak perusahaan yang kapasitas produksinya turun dari 100 persen menjadi 25 persen.
“Kami juga masih memberi insentif lagi supaya mereka enggak mati, karena kami ingin selamatkan ekonomi,” tegasnya. Di sinilah, lanjut Sri Mulyani, fungsi APBN sebagai alat bagi pemerintah dalam mengambil langkah countercyclical di tengah kondisi saat ini.
Sumber : Bisnis
Comments