STARJOGJA.COM, Info – Daerah Istimewa Yogyakarta tampaknya tak pernah kehabisan objek wisata yang menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan dari berbagai penjuru dunia, salah satu yang kembali viral yaitu taman bunga Amarilis milik pak Sukadi yang berada di daerah Gunung kidul, Yogyakarta.
Pada saat berkunjung untuk menikmati hamparan luas kebun Amarilis tersebut terlihat samar seseorang yang tengah mengatur tata letak bunga yang hendak di pertunjukkan di tengah-tengah kerumunan pengunjung, ternyata ia pak Sukadi yang dimaksud sang pemilik kebun Amarilis ini.
Tergerak hati ini ingin bertanya lebih jauh tentang pelestarian bunga Amarilis yang dilakukannya ini dan dengan senang hati ia mengajak diriku untuk bercerita di kediamannya yang masih satu komplek dengan kebunnya tersebut, tak lupa beliau menawarkan secangkir kopi untuk menambah kehangatan pada pembicaraan kami nantinya, kata pak Sukadi kalau ada kopi ngobrol jadi seru.
Baca juga : Taman Amarilis di Gunungkidul Berbunga, Pengunjung Berdatangan
“ Sebenarnya bunga ini itu sudah ada dari zaman dulu mas, dari zaman nenek moyang malah. Tapi ini dulu dianggap mengganggu para petani sekitar karena ini bunga dulunya tumbuh liar ,“ kata Sukadi.
Sukadi yang melihat hal itu berfikir bunga yang seindah itu kenapa harus di musnahkan? Maka dari situ Sukadi mencoba untuk mengambil Amarilis yang liar, lalu ia mencoba untuk menanamnya di ladangnya sendiri, dan awal mulanya ia mencoba menjajakan bunga ini di pinggir jalan untuk melihat apakah ada orang-orang di luar sana yang mengetahui bunga ini.
“ Itu sebulan saya hanya mendapatkan Rp.125.000 hasil dari menjajakan bunga ini dijalanan, itu ditahun 2002 mas, ” jelas pak Sukadi saat bercerita tentang awal ia menjajakan bunga ini.
Ia bercerita bahwa atas ide untuk melestarikan bunga ini ia sampai membantu membersihkan warga yang ladangnya ditumbuhi tanaman liar Amarilis ini, sang pemilik ladang juga tak lupa memberikan imbalan berupa minuman pelepas dahaga serta makanan yang mengenyangkan.
Tetapi hal itu sempat menjadi bahan perbincangan warga sekitar yang ladangnya tidak ditumbuhi tanaman liar ini, pak Sukadi bercerita bahwa warga sekitar yang ladangnya aman malah menertawai dan mengolok-olok kegiatannya itu.
“ Dulu warga disini ngomongin aku kalau lagi ngerjain tanaman ini, dibilang gak waras lah dan sebagainya lah ,” kata pak Sukadi dengan nada haru saat mengingat kejadian di masa lalu.
Puncaknya pada acara tahunan desa yang mana warga sekitar dipersilahkan untuk mengarak produk unggulannya ke balai desa untuk diperkenalkan, pak Sukadi yang memang berfokus untuk melestarikan Amarilis ini membuat maskot Amarilis yang rencananya akan diperkenalkan, akan tetapi apa yang sudah dibuatnya masih dipandang sebelah mata.
“ Pas waktu acara itu ada warga yang gak menghina saja saya sudah syukur alhamdulillah mas, tapi kan kalau acara gitu-gitu pasti disediain booth gitu kan mas untuk diperkenalkan nah punya saya itu hanya diletakkin di pinggir jalan saja, disitu aku sangat malu mas, sampai aku berani ngambil maskot ku itu pas acara sudah bubar karena sudah tidak ada orang ,“ kata pak Sukadi dan tampak matanya sedikit berkaca-kaca saat bercerita kejadian hari itu.
Namun katanya ada satu orang yang memperdulikan karya buatannya dan orang itu adalah Camat di sekitar desanya, berselang satu hari setelah kejadian hari itu Camat menyambangi kediamannya dan berniat untuk membeli hasil karyanya namun pak Sukadi dengan sukarela memberi Camat secara sukarela.
Seminggu setelah hari yang menyakitkan bagi pak Sukadi, tepat pada tanggal 23 November 2015 mendadak kebun Amarilisnya dipenuhi para pengunjung yang ingin berfoto ria, hal ini dianggapnya sebagai angin segar pengobat hati pasca kejadian di hari-hari lalu.
“ Tidak tahu siapa yang menyebarkan pertamanya, ya yang saya tahu tiba-tiba udah rame aja yang datang, udah rame aja di sosial media, malah saya awalnya gak berniat buka tempat wisata ya murni ingin membudidayakan tanaman ini saja,“ terang pak Sukadi.
Setelah booming besar-besaran itu pak Sukadi mengaku semangatnya kembali hadir untuk membudidayakan tanaman ini, sejak hari itu ia mengaku juga sering mendapat donasi pasokan tanaman ini dari berbagai macam orang dan komunitas. Ia juga tak lupa mendonasikan apa yang ia dapat kepada siapa saja yang membutuhkan.
Pada akhirnya Sukadi saat ini membuka diri baik kepada warga sekitar yang ladangnya tidak produktif untuk belajar membudidayakan tanaman ini maupun warga dari berbagai penjuru untuk membudidayakan tanaman ini di tempat lain, Sukadi sendiri mengaku senang jika tanaman ini bisa tumbuh dimana-mana.
Penulis : Muhammad Hadi Fathoni
Comments