STARJOGJA.COM, Info – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) berjanji bakal membongkar secara transparan penyebab jatuhnya pesawat SJ-182 di kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021 pasca ditemukannya rekaman percakapan dalam kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR). Adapun perangkat CVR berhasil ditemukan pada 30 Maret 2021 pukul 20.05 WIB dengan metode pengerukan lumpur oleh kapal TSHD King Arthur 8 di area tak jauh dari ditemukannya rekaman data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR).
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menuturkan dengan ditemukannya CVR akan digunakan untuk mencocokkan data yang telah diperoleh dari FDR. Menurutnya tanpa adanya CVR dalam kasus SJ-182 akan sangat sulit mengungkap misteri jatuhya pesawat tersebut.
“Sesuai dengan pesan dari Presiden untuk membuka setransparan mungkin penyebab jatuhnya agar kejadian serupa tak terjadi di kemudian hari. Itu yang paling penting. Kami sangat serius mengungkap kecelakaan ini,” ujarnya, Rabu (31/3/2021).
Baca juga : Cerita Saksi Mata saat Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh
Proses pembacaan data dari CVR akan berlangsung selama 3 hari hingga sepekan ke depan. KNKT selanjutnya akan membuat transkrip percakapan bersaman dengan analisis data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) guna menghasilkan analisa yang paripurna atas jatuhnya pesawat dengan registrasi PK-CLC tersebut.
Kotak hitam yang menjadi komponen penting dalam investigasi insiden Sj-182. Kotak hitam terdiri atas Flight Data Recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR). FDR merekam data penerbangan seperti waktu, ketinggian, kecepatan, arah, koordinat, kecepatan mesin, putaran mesin dan sebagainya.
Sementara CVR merekam empat kanal suara yang terdiri atas suara mikrofon pilot, suara mikrofon co-pilot, suara dari ruang kemudi, dan suara kanal cadangan yang biasanya dipakai berkomunikasi antara ruang kabin penumpang dengan ruang kemudi.
Sebelumnya dalam laporan awal SJ-182, Ketua Sub Komite IK Penerbangan KNKT Capt. Nurcahyo menjelaskan dari data penerbangan Flight data Recorder (FDR) dapat diketahui bahwa sistem autothrottle pada bagian kiri pesawat bergerak mundur pada saat detik-detik terakhir sebelum pesawat jatuh. Namun, dia belum dapat memastikan apakah kerusakan terjadi di bagian kiri tersebut.
“Karena dua-duanya [autothrottle] mengalami anomali. Anomalinya karena yang bagian kiri mundurnya terlalu jauh. Yang kanan tidak bergerak seperti macet,” ujarnya, Rabu.
Adapun detik-detik sebelum jatuh dan berbelok arah pesawat Boeing 737-500 tersebut pada Pk.14.39.47 melewati ketinggian 10.600 kaki dengan arah pesawat berada 046 derajat mulai berbelok kiri. Lalu tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur sedangkan yang kanan masih tetap. Oleh karena itu Pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC) memberikan instruksi kepada pilot untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab oleh pilot pada Pk.14.39.59 WIB.
Dia menegaskan hal tersebut merupakan komunikasi terakhir dari pesawat dengan registrasi PK-CLC tersebut. Setelah komunikasi terakhir tersebut pada Pk.14.40.05 WIB, FDR merekam ketinggian pesawat. Selanjutnya, kata Nurcahyo, pesawat mulai turun dan kondisi autopilot tidak aktif ketika pesawat berada pada posisi 016 derajat. Posisi pesawat naik dan miring ke kiri.
Tuas pengontrol tenaga mesin sebelah kiri kembali berkurang sedangkan yang kanan tetap. Pada pk.14.40.10 FDR mencatat autothrottle tidak aktif dan pesawat berada pada posisi menunduk. Duapuluh detik kemudian FDR berhenti merekam data. Nurcahyo menekankan sistem autothrottle ini mendapat masukan dari 13 komponen terkait. Menurutnya apakah penyebab dari komponen yang mana belum dapat terlihat. Nurchayo pun berharap bisa menganalisanya lebih jauh dengan sejumlah komponen yang telah dikirimkan ke Amerika Serikat.
Sumber : Bisnis
Comments