Pria yang tinggal di Melikan, Kalurahan Sumberharjo, Kapanewon Prambanan, Sleman itu sudah lama memiliki kolam lele untuk ternak.
Dia melakukan pembibitan dan pembesaran di kolam itu. Namun, lambat laun ia merasa pakan lele yang ia gunakan biasanya tidak memberikan hasil optimal. Sejak saat itu pun dia mencari alternatif pakan lele.
Baca juga : UGM dan STP Tebar 20 Ribu Benih Ikan Sidat di Sungai Boyong
Setelah beberapa waktu melakukan riset, Henri menemukan bahwa larva (maggot) bisa menjadi pakan alternatif bagi lele. Maggot merupakan larva dari serangga lalat hitam atau black soldier fly (BSF).
Maggot jenis ini dikenal memiliki protein yang tinggi, sekitar 40%, sehingga cocok untuk pakan lele.
Begitu diujicobakan ke ternak lelenya, Henri pun merasa cocok. Dia lantas membudidayakannya di sela-sela kesibukannya sebagai staf kantor balai dari salah satu kementerian.
“Setelah saya kembangkan, saya ternyata tidak hanya tertarik untuk menjadikan maggot itu pakan, tetapi ini juga solusi untuk mengatasi limbah organik,” tutur Henri kepada Harian Jogja, Rabu (23/6/2022).
Dia mendapati bahwa maggot memiliki kecepatan yang luar biasa sebagai pengurai. Maggot bisa mengurai sampah organik menjadi kompos dengan cara memakan sampah organik dan kotorannya menjadi pupuk kompos.
Sejak 2017, dia kemudian mendirikan Omah Maggot Jogja (OMJ) sebagai pusat budi daya dan edukasi mengenai maggot.
Dari OMJ, dia ingin lebih banyak orang menuai manfaat dari maggot yang bisa menjadi pakan ternak alternatif sekaligus solusi pengolahan sampah organik.
Selama ini, kata Henri, teknologi pengolahan sampah organik adalah dengan mengompos. Namun, dibandingkan dengan bantuan maggot, mengompos (composting) itu memerlukan waktu yang lebih lama dan hasilnya hanya pupuk saja.
“Kalau mengurai sampah dengan maggot, bisa lebih cepat. Residunya jadi pupuk organik, maggot-nya berpotensi untuk pakan ternak atau diolah ke industri lain,” terang pria 53 tahun ini.
Pelatihan
Setelah menjadikan maggot sebagai andalan dalam beternak dan bertani, Henri pun menyadari bahwa beberapa hal itu bisa diintegrasikan. Dia pun mengembangkan konsep Integrasi Ikan Maggot Unggas Ternak (IMUT).
Henri ingin pengolahan limbah bisa dikemas dengan kegiatan yang menarik. Dengan mensinergikan antara peternakan unggas, perikanan, dan kegiatan bercocok tanam, menurutnya maggot bisa menjadi media perantara yang membawa hasil optimal.
Dengan konsep IMUT, Henri mengintegrasikan kandang dan lokasi bak sampah. Kandang ternaknya ia bangun dengan desain kandang panggung, kemudian di bawahnya diberi ruang untuk bak sampah organik.
Kotoran ternak itu akan langsung masuk ke bak, lalu ditambah limbah organik dari rumah tangga serta limbah pertanian, kemudian dimasukkan maggot untuk mengurainya.
Hasilnya, pupuk kompos bisa untuk pertanian serta maggot bisa untuk pakan ternak. “Jadi keluarannya itu bukan limbah, tetapi produk-produk. Mulai dari hasil ternak, tanaman, hingga maggot itu sendiri,” kata dia.
Dia pun membuka diri terhadap siapapun yang ingin belajar tentang maggot. Bagi orang yang tertarik, mereka bisa datang langsung dan melihat praktik budidaya yang ia lakukan maupun bertanya kepadanya melalui media sosial. Sebab, ia pun telah membuat materi edukasi melalui Youtube.
“Kebanyakan yang datang kesini ingin belajar untuk budidaya ternaknya di rumah. Tetapi harapan saya, mereka juga mengimplementasikan sampai tahap pengolahan limbah organik,” kata dia.
Comments