STARJOGJA.COM, JOGJA – Fenomena pinjol (pinjaman online) ilegal, investasi bodong, serta gadai ilegal merupakan sistem transaksi berbahaya yang terus membayangi masyarakat. Sayangnya, masyarakat acap kali tergiur akan tingginya bunga serta durasi instan yang diiming-imingkan.
Wiwit Puspasari, Wakil Ketua I Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pihaknya kini tengah menggandeng 12 lembaga negara dan kementerian untuk bersama-sama memerangi kasus investasi ilegal.
“Kami bersinergi untuk menghadapi fenomena investasi di masyarakat yang ternyata itu ilegal,” ujarnya.
Investasi ilegal di masyarakat kini tak hanya sekadar investasi semata. Varian lain seperti pinjol ilegal dan gadai ilegal juga semakin marak.
Wiwit mengungkap beberapa data terkait praktik transaksi ilegal tersebut. Dalam catatannya, sejauh ini jumlah dana hasil investasi ilegal yang telah terrekap menyentuh angka 16,7 triliun. Lebih lanjut, dari tahun 2017 hingga 2019, laju kasusnya mengalami peningkatan signifikan.
Kemudian, di tahun 2020 sampai 2022, terlihat ada gejolak penurunan meski jumlahnya tetap banyak. Menurut Wiwit, hantaman pandemi mengakibatkan keterbatasan dana masyarakat, sehingga tak banyak kasus transaksi yang terjadi.
Terkait hal ini, Wiwit mengaku bila pihaknya terus berupaya melakukan tindakan/tindakan pencegahan dan penanganan agar kasus transaksi ilegal yang merugikan tak terulang. Di tahap pencegahan, SWI berkomitmen terus mengedukasi, mensosialisasikan, memberi rekomendasi, hingga memantau potensi transaksi.
“Banyak masyarakat kita yang belum tahu investasi aman,” ungkapnya.
Kemudian, untuk tahap penanganan, SWI bersama aparat penegak hukum akan melakukan klarifikasi, pemeriksaan, hingga bahkan sampai meja hijau (projustisia).
Wiwit juga menjelaskan bila masyarakat perlu jeli dalam mengenali investasi ilegal. Ada beberapa ciri yang ia sebut seperti bunga yang sangat besar, endorsement dengan public figure, menjanjikan tanpa risiko (free risk), serta legalitasnya abu/abu.
“Ini prinsipnya 2L. L yang pertama legal. Cek dulu ijinnya. Kedua yakni logis. ‘Logis nggak sih bisa ngasih bunga sebulan 10% atau harian 2%?’ Kita harus melihat dari dua aspek itu,” tegasnya.
Selain investasi, pinjol ilegal juga perlu dicermati. Seringkali, masyarakat yang terjebak kebutuhan mendadak dan memerlukan pendanaan, menjadikan pinjol sebagai jalan tengah.
Padahal, pemerintah menegaskan bahwa semua pinjol adalah ilegal. Namun, ada solusi lain yang serupa dengan pinjol yaitu Fintech P2P lending yang dijamin legalitasnya.
“Ini adalah alternatif pembiayaan oleh Fintech P2P lending kepada masyarakat,” terang Wiwit.
Meski begitu, penggunaan Fintech P2P lending tidak boleh asal-asalan. Dituturkan Wiwit, pinjaman Fintech P2P lending mengikat suku bunga yang tinggi sehingga harus disesuaikan dengan proporsi kebutuhan. Selain itu, penting untuk memahami detail regulasi dan administrasi sistem Fintech P2P lending agar tidak salah dalam menentukan keputusan.
Lantas, untuk masyarakat yang kadung terjerumus pada pinjol, Wiwit mengimbau agar segera lapor SWI dan menghentikan segala bentuk transaksi. Selain itu, bila peminjam mengalami teror saat penagihan, yang bersangkutan perlu segera melapor ke Polisi.
“Jangan pernah gali lubang di pinjol lain untuk menutup lubang di pinjol sebelumnya,” imbaunya.
Namun, menurut Wiwit yang paling penting adalah penerapan 2L tadi. Memeriksa legalitas ijin dan menalar keuntungan secara rasional dapat menghindarkan masyarakat dari transaksi abal/abal dan ilegal.
“Berpikir lebih reasonable lagi, jangan tamak dan mudah tergiur pada keuntungan,” pungkasnya.
Comments